Beranda Rumah (www.interiorminimalis.net)
Teman-teman kader PKS, selepas Ashar ini di beranda rumah, mari kita minum teh hangat sembari sharing
dari hati ke hati. Semoga angin sepoi-sepoi nan lembut dan hamparan
rumput di depan beranda mungil ini bisa menemani obrolan ringan kita.
Saya ingin sedikit curhat, terutama tentang aktivitas kader-kader PKS
belakangan di dunia maya, yang tentu saja baik, namun pada beberapa hal
nampak berlebihan.
Perjuangan kader PKS di Indonesia tentu baik. Dulu, melihat muslimah
mengenakan jilbab sangatlah sulit. Di sekolah-sekolah, apalagi instansi
pemerintah, jilbab menjadi hal yang tabu. Waktu itu di media massa
bahkan wanita berhijab acap diilustrasi secara buruk. Saya masih ingat
betul ketika masih SMP, bagaimana sebuah surat kabar nasional memuat
ilustrasi pencurian di swalayan dengan gambar wanita berjilbab dengan
tudingan kain penutup aurat itu adalah sarana utk sembunyikan hasil
kutilan jajanan supermarket. Atau, ilustrasi nonsense lainnya
dimana tampak seorang ibu yang mengenakan jilbab sedang menyusui
anaknya, namun dengan dada terbuka. Belum lagi tudingan aliran sesat dan
seterusnya. Saya, ‘diusiaku yang 29th my age’ ini (huft!) masih
merasakan ujung dari perjuangan perempuan-perempuan itu utk diberi
kebebasan mengenakan hijab di ijazah SMP dan SMA: kakak angkatan saya
masih membukanya lantaran represifitas pemerintah terhadap selembar kain
penutup aurat itu. Bayangkan, demikian sulitnya sekadar untuk tunaikan
perintah agama.
Dan adalah kader PKS, antara lain almarhumah Yoyoh Yusroh (semoga Allah
menempatkan beliau pada tempat terindah di sisi-Nya) bersama
rekan-rekannya seperti Wirianingsih, dan kader-kader gerakan tarbiyah
(cikal bakal PKS) lainnya yang berdarah-darah memperjuangkan kebebasan
agar wanita muslimah dibebaskan untuk menutup aurat, sebab ia panggilan
agama. Utk keyakinan ini, mari kita abaikan celotehan anak-anak Islam
liberal yang selalu nyinyir anggap jilbab sebagai tradisi Arab. Kita
katakan, “Tradisi Arab itu tari perut, bung! Aurat terbuka bebas
kemana-mana.” Justru ketika turun kewajiban berjilbab sebagai perintah
Tuhan, wanita-wanita Arab yang bertaqwa bergegas menutup kepalanya meski
harus kenakan tirai yang masih menggantung.
Kini, perjuangan untuk mengenakan hijab telah menemukan buahnya. Mata
kita haru dan basah ketika pemerintah akhirnya membolehkan jilbab
digunakan di instansi-instansi plat merah, juga dibolehkannya foto
berjilbab pada ijazah sekolah-sekolah menengah. Sekarang sangatlah mudah
menemukan wanita berjilbab di mana-mana, mulai instansi pemerintah
hingga perbankan, dari buruh-buruh pabrik garmen hingga anak-anak pra
sekolah, mulai tukang jamu gendong hingga eksekutif muda di perusahaan
multinasional, semua kenakan jilbab. Malah kini kondisinya berbalik,
jika rekan-rekan berkunjung ke kementerian atau lembaga-lembaga milik
Negara, lalu menemukan wanita tak berjilbab, hati tergelitik bertanya: “apakah Anda Muslimah?”
Jilbab (republika.co.id)
Walhamdulillah, dakwah dengan cara mulia telah menikmati hasilnya. Kisah
kolosal wanita-wanita itu dalam memperjuangkan penggunaan jilbab di
masa orde baru bisa kita baca dalam buku Revolusi Jilbab, Karya Alwi Alatas, atau dalam buku Ali Said Damanik, Fenomena Partai Keadilan
Pelajaran yang dapat kita ambil adalah: Kita akan dapati perjuangan para
senior tersebut memerlukan waktu yang tak singkat. Tidak seumpama mie
instan yang bisa dinikmati segera setelah dimasak. Semoga menjadi amal
shalih dalam hamparan keikhlasan bagi mereka-mereka yang berjuang
berpeluh keringat untuk generasi baru yang kini sangat mudah kenakan
jilbab dengan aneka modelnya yang penuh warna.
Selain itu…
Selain Jilbab misalnya, teman-temanku kader PKS, isu Palestina kini hangat dibicarakan dimana-mana. Pak SBY di website dan Fan Page-nya
(gaul ya presiden kita) juga menulis surat terbuka berlembar-lembar
untuk isu Palestina ini. Bahkan kemarin, sebuah acara infotainment turut
pula menayangkan profil syuhada Palestina, termasuk tokoh legendaris
al-Syaikh Ahmad Yassin. Luar biasa! Kini Televisi dan media cetak
ramai-ramai menulisan kata “Pejuang” untuk Mujahidin Palestina, sebuah
konotasi positif karena senyatanya mereka memang berjuang membebaskan
negaranya, seumpama leluhur kita kala melawan penjajahan bule-bule
Belanda itu.
Padahal dulu, media massa nampak berat menggunakan kata “Pejuang”,
umumnya mereka hanya menulis ‘militan’ Palestina, dll. Bahkan, untuk
tanah Islam lain di sudut-sudut bumi ini, media massa kerap menulisnya:
“Pemberontak Chechnya,” “Pemberontak Moro”, “Pemberontak Kashmir”, dll.
Kata pemberontak dalam konteks tadi tentu saja, mengutip Adian Husaini
dalam bukunya Penyesatan Opini, hanya tepat jika media massa
tersebut satu perspektif dengan Penjajah. Seumpama Belanda menyebut
pahlawan-pahlawan Kemerdekaan Indonesia dengan sebutan “Pemberontak”.
Di Indonesia, terutama era Orde Baru, yang concern pada isu Palestina
ini hanya kelompok Islam, hanya saja kampanyenya tak terlalu massif.
Dulu ada KISDI (Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam) yang
dimotori alm.Ahmad Sumargono, yang kemudian menjadi politisi Partai
Bulan Bintang (PBB). Dalam perkembangannya, yang lebih massif
mengampanyekan isu Palestina ini adalah kader-kader PKS. Kampanye
kader-kader PKS di berbagai media online termasuk sosial media, juga
Aksi Demonstrasi sekaligus penggalangan dana yang dilakukan PKS secara
kontinyu berhasil menyedot perhatian media massa. Beberapa kali masuk
sebagai editorial media Indonesia yang dibedah di Metro Pagi.
Bagaimana tidak, Anda bisa bayangkan sebuah long march ratusan ribu
massa dari Monas-Bundaran HI-Monas, memenuhi dua jalur utama jalan
MH.Thamrin, dimana kepala long march itu sudah balik lagi ke Monas namun
ekornya masih ada di titik start.
Massa PKS dalam solidaritas Palestina
Untuk rekan-rekan yang berberat hati menerima fakta tentang peran PKS terhadap isu Palestina ini, saya bertanya: “apakah di Indonesia ini Anda menemukan ada organisasi yang peduli terhadap Palestina sebesar PKS?”
jika Anda tak temukan, Anda serupa dengan seorang penceramah di Masjid
kementerian Agama RI tahun lalu yang mengatakan, “tidak ada unjuk rasa
yang bisa memenuhi jalan MH.Thamrin, kecuali jika PKS sedang demo
solidaritas Palestina.” Anda juga sama dengan teman kuliah saya yang
kini jadi pengamat politik di Charta Politika, dalam kolomnya di Harian Tempo, medio 2006 silam, bahwa ada kaitan antara PKS dan Masa Depan Palestina.
Sekarang Jokowi juga peduli terhadap Palestina, dan tentu secara
otomatis media-media pendukungnya lakukan hal serupa. Selepas Pilpres
kemarin, anak-anak Islam liberal yang kerap nyinyir terhadap aksi-aksi
peduli Palestina kini lebih soft. Siapapun yang nyinyir terhadap tragedi
kemanusiaan di Palestina kini tak akan punya teman, baik di Jokowi,
apalagi di kubu Prabowo.
Walhamdulillah, dakwah telah menemukan jalannya. Padahal dulu aksi-aksi
Solidaritas PKS untuk Palestina dicibir sebagian orang, untuk apa urusi
negara orang? katanya. Tapi PKS bergeming. Tak hirau apapun yg dikatakan
mereka yang usil. Dan kini ia telah menemukan buahnya, semua peduli
Palestina. Dakwah memang perlu dilakukan dengan baik dan sabar.
Sememangnya, sekali lagi, jalan dakwah bukan mie instan yang segera bisa
dinikmati selepas diseduh. Sebagaimana antum, rekan-rekan PKS ketahui,
ia adalah jalan yang thawil (panjang) wa lakin ashil (tetapi terjaga keasliannya).
Hal lain, belum lagi jika bicara tentang alternatif musik Islami serupa
nasyid yang banyak diboomingkan oleh ‘anak-anak tarbiyah’, tren fashion
dan aplikasi Islami, konsep-konsep ekonomi syariah, tren ruqyah
syar’iyah, hingga lembaga-lembaga filantropi/kemanusiaan yang banyak
dimotori oleh aktivis-aktivis gerakan Tarbiyah. Semoga tak ada yang
berberat hati untuk menerima fakta tersebut.
Point saya adalah, betapa rekan-rekan dari Gerakan Dakwah Tarbiyah yang
merupakan basis inti dari PKS, memiliki peran yang positif dalam lanskap
sosial kemasyarakatan di Indonesia. Tentu saja, tanpa menafikan peran
ormas-ormas Islam lain di Indonesia, terutama Nahdhatul Ulama (dimana
saya merupakan bagian di dalamnya), dan Muhammadiyyah yang merupakan assabiquunal awwaluun di
Nusantara, yang berperan besar dalam kancah kemerdekaan negara kita.
Tentu berlembar-lembar halaman tak cukup wakili kebaikan dua ormas
tersebut.
Namun Kini Kader-Kader PKS…
Tadi itu yang baik-baiknya. Semoga rekan kader PKS tak berberat hati
jika saya sampaikan pula sisi yang lain. Bulan nan elok, tentu tak cuma
punya satu wajah. Ada sisi gelap dari bulan yang tak pernah kita lihat.
Tak ada gading yang tak retak, semoga obrolan kita sore ini bisa
menambal retak itu, memolesnya dengan baik hingga gading tetap indah dan
kokoh. Sila diminum dulu teh manisnya sebelum dingin. Itu sudah
dicampur gula zero kalori yang harganya agak mahal. Biar perut kita, terutama sebagai suami, ga gendut, kata istri saya :D
Belakangan ini, terutama di media massa, acapkali saya jumpai dua hal yang kerap membuat kening saya berkerut. Pertama adalah broadcast hoax, kedua adalah sumpah serapah.
Dan yang membuat kening saya tambah keriput sehingga kegantengan saya
memudar adalah, sumpah serapah itu tak jarang dilakukan oleh kader-kader
PKS, terutama untuk menyerang lawan politik. Hal ini diakui bukan saja
oleh masyarakat umum, tapi juga oleh kader PKS itu sendiri. Pernah dalam
satu kesempatan, saya bicara di grup whatsapp, “saya ingin buat tulisan yang mengkritik kader PKS”, dan rekan-rekan tahu komentar di bawah saya: “akhi Sigit, siap-siap antum di-bully >.<””, begitu katanya. (nampaknya untuk hal ini kita perlu 'wow' dulu, ya).
Jadi jika Anda berani mengkritik PKS, anda harus siap dengan konsekuensi di-bully
oleh kader-kader PKS. Bahkan dalam Pilpres lalu, saya hanya bikin
status facebook bahwa “Jokowi adalah orang baik” pun, saya dicacimaki.
Seolah lawan PKS tak boleh dipuji. Jokowi haruslah orang jahat. Fenomena
ini sama persis seumpama kita mengkritik Jokowi, kita harus siapkan
mental untuk di-bully oleh anak-anak Jasmev. Jika untuk Jasmev saya
pernah menulis “Nabi Baru Bernama Jokowi”, apakah untuk sebagian kader
PKS itu layak kita menulis “Agama Baru Bernama PKS” ?
Tentu tak sampai hati kita menuliskannya. Mengingat tak terhitung
jumlah kader PKS nan ikhlas dan penuh sopan santun di pelosok-pelosok
sana, yang mengajarkan al-Quran di Markaz-markaz, di pelosok-pelosok
daerah, mengurus masjid dan mushalla, berletih-letih membina adik-adik
di sekolah, mengajari tahsin tilawah dengan tulus ikhlas, juga menjadi
guru-guru Tahfidz Qur’an di seantero negeri kita bahkan tanpa digaji.
Akan tetapi sekalipun demikian (<--ini contoh kalimat tidak efektif
:p ), fenomena pembelaan kader dakwah terhadap partai bulan sabit
kembar itu memang mulai nampak berlebihan, bahkan tak jarang nampak
seperti membela agama. Mungkinkah ini hasil dari doktrin “al-hizb hual jamaah wal jamaah hiyal hizb?” yang secara keliru ditafsirkan dalam halaqah-halaqah pekanan kader PKS?
Tak sedikit, di antara kader PKS yang kemudian menjadikan sesuatu yang
sebetulnya profan (tidak sakral) seolah sakral. Seperti pembelaan
terhadap qiyadah/pimpinan yang terlalu berlebihan, seakan qiyadah tak pernah salah, hatta pada
hal-hal yang sebetulnya profan. Misalnya cara berpakaian pimpinan PKS,
masalah cara bicara, hingga masalah jam tangan. Hal-hal semacam itu
sebetulnya masalah profan, bukan hal yang sakral hingga tak boleh
dikritik. Mbok ya dikritik sedikit jangan marah. Lakukan pembelaan boleh
tapi jangan mengesankan seperti partai yang anti kritik. Sebagai partai
yg dicitrakan bersih, adalah wajar jika masyarakat punya ekspektasi
lebih kepada PKS ketimbang partai lainnya.
Massa PKS memenuhi Gelora Bung Karno
Ekspektasi masyarakat terhadap PKS memang sedemikian tinggi,
sampai-sampai cara berpakaian pimpinan PKS pun menjadi sorotan.
Misalnya, jam tangan presiden PKS yang konon berharga puluhan juta
(sekarang sudah tak dipakai katanya), atau beberapa qiyadah yang
ramai-ramai cukur janggut demi citra sebagai partai terbuka dan tidak
ekslusif, juga cara berpakaian pimpinan PKS yang kini acap pakai setelan
Jeans dengan paduan kemeja agak ketat. Persis karyawan perusahaan-perusahaan broker saham, forex-index dan komoditi nan eksekutif itu.
Bagi saya pribadi sebetulnya tak masalah. Bagi saya itu sekadar urusan selera. Jika ia mampu beli dan itu halal, why not?
Saya melihat, Anis Matta ingin menampilkan Islam yang maju,
berperadaban tinggi dan modern dengan mengenakan setelan pakaian yang
modis namun tetap sesuai syariat (menutup aurat). Persis jika kita
membayangkan Singapura sebagai negara Muslim. Penduduknya modern, maju,
berperadaban tinggi, namun Islami. Sehingga aktivis dakwah tak lagi
dikesankan miskin, kumuh, atau kampungan. Nampaknya hal demikian ingin
ditunjukan oleh Anis Matta. Sangat masuk akal.
Secara tak sengaja saya pernah bertemu Anis Matta di Garuda Executive
lounge, Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar. Anis dengan Sekjen Taufik
Ridha kala itu bersama rombongan yang merupakan keluarganya. Semuanya
modis-modis. Yang akhwat mengenakan jilbab modern, simple, cerah, dan
sangat menarik. (oopss). Intinya Islami tapi berkemajuan.
Namun tentu saja tak salah pula, jika sebagai partai dakwah, masyarakat
punya ekspektasi agar PKS mencontohkan berpakaian yang sederhana. Dengan
kemeja biasa dan bercelana bahan. Seperti pada masa Partai Keadilan,
mungkin. Atau model-model seperti Hidayat Nurwahid yang kerap bercukur
di pangkas rambut pinggir jalan, dengan kemeja biasa dan celana
sederhana, atau Gubernur Ahmad Heryawan yang tak protokoler, atau
mungkin seperti alm.Ustadz Rahmat Abdullah yang hadir ke Pelantikan
Anggota DPR dengan Jas seharga 60ribuan. Toh dengan segala kesederhanaan
beliau-beliau, penghormatan masyarakat kepada mereka tak terdegradasi,
bahkan semakin naik. Hal yang berbeda kepada Anis Matta, misalnya.
Intinya ada pada style. Bukan menuntut agar berpenampilan kumuh, tapi berpakaian sederhana nampaknya indah dilihat.
Fitnah itu Bernama Media Online dan Broadcast Messages
Wah, kepanjangan ya curhatnya. Semoga rekan-rekan kader PKS masih setia
mendengar cerita saya. Sudah pukul 16.35, teh manis dengan gula zero
kalori yang AGAK MAHAL itu sudah dingin, tinggal sedikit kue BBL (Bubuk
Bubuk Lebaran). Tepatnya sekaleng besar biskuit Oreo tapi isinya lima
potong rengginang, dan sekaleng Khong Guan dengan isi biji ketapang. Isi kaleng ini memang sebentuk penipuan terstruktur, massif dan sistematis. :p
Maklum, semua isinya sudah dihabisi oleh si kecil, apa daya tak mampu
beli lagi. Aku mah apa atuh, hanya bubuk rengginang ditiup buyar. Dengan
gaji lima koma, tiap tanggal lima nasibnya sudah koma. ?
Saat ini kita hidup di dunia online, di dunia post modern
kata anak-anak filsafat. Hamparan dunia seperti dilipat-lipat. Kita
bisa berinteraksi dengan orang nun di sana secara cepat, karena dunia
sudah dalam genggaman. Kemajuan teknologi ini juga rupanya menjadi
fitnah di lahan dakwah, terutama dalam mengampanyekan apa yang diyakini
oleh kader-kader PKS sebagai sebuah kebaikan.
Sungguh tidak sedikit, kader PKS terlibat dalam penyebaran berita-berita
hoax terutama berkaitan dengan isu politik dengan maksud menyerang
lawan. Kader PKS nampak sangat offensif. Dalam konteks Pilpres kemarin,
kader PKS menyerang Jokowi seolah Jokowi serupa Firaun yang harus
dibinasakan. Isu konspirasi yahudi zionis di belakang Jokowi, antek
mafia china, keturunan non Muslim, hingga isu jalaludin rahmat, gembong
syiah Indonesia, akan diangkat menjadi Menteri Agama menyebar cepat
tanpa kuasa dibendung. Isu konspirasi yang tak pernah bisa dibuktikan
itu kemudian dijawab dengan apologi, “konspirasi memang tak mudah
dibuktikan, ia akan terbukti, mungkin puluhan tahun ke depan. Waktu yang
akan menjawabnya.”
Padahal dengan alasan serupa, tentu saja isu konspirasi tanpa bukti ini
bisa menjadi liar dan dapat ditudingkan pada siapa saja, bahkan pada
keberadaan PKS itu sendiri sebagai bagian dari konspirasi. Lalu jika
kader PKS bertanya, jawabannya telah tersedia: “Konspirasi tak bisa
dibuktikan, ia akan terbukti puluhan tahun lagi” bayangkan betapa
mengerikannya alur berfikir seperti ini, dimana setiap elemen warga
negara bisa saling tuding dengan alasan konspirasi, tanpa bukti!
Terkait isu jalaludin rahmat jadi Menteri Agama misalnya, apakah kader
PKS tak mengetahui bahwa penetapan Menteri Agama itu sangat sensitif.
Pemerintah, siapapun dia, tidak akan gegabah menempatkan tokoh yang
tingkat resistensinya tinggi di masyarakat sebagai Menteri Agama. Hal
ini demi menjaga kestabilan nasional. Jika ummat bergolak andaikata
tokoh Syiah itu menjadi Menteri Agama, maka yang rugi adalah pemerintah
karena iklim investasi menjadi tak kondusif.
Dalam hati saya sempat terbersit hal seperti ini: “seandainya dalam
pemilu kemarin PKS punya calon sendiri yang berkompetisi melawan
Prabowo, mungkin mantan Boss Kopassus itu juga akan menjadi
bulan-bulanan kader PKS di dunia maya. Isu-isu HAM, perceraian, kudeta
‘98, dan lain sebagainya akan menjadi amunisi di jagad maya untuk
merontokan suara mantan jenderal itu.
Broadcast terbaru yang diedarkan sebagian kader PKS adalah
adalah, Hamdan Zoelva, Ketua Mahkamah Konstitusi yang saya yakini sangat
berintegritas seperti Jimly Ash-Shiddiqie (<-- betul ga nulisnya?)
itu, adalah iparnya timses Jokowi, Siti Musdah Mulia. Judul
broadcast-nya: “Astaga! Ternyata Hamdan Zoelva adalah Ipar Musdah Mulia,
Timses Jokowi!”
Memang, sebagaimana kita tahu, Hamdan Zoelva adalah adik dari Prof.Ahmad Thib Raya, Guru Besar UIN Jakarta yang merupakan suami dari Siti Musdah Mulia, timses Jokowi. Lalu apakah karena ia ipar Musdah Mulia lantas Ketua MK itu akan lakukan kecurangan dengan berpihak pada Jokowi? Sungguh alur berfikir yang terlalu sederhana. Atau jangan-jangan, pengedar Broadcast itu adalah orang yang terbiasa melakukan nepotisme, yang selalu mengutamakan keluarganya dalam banyak hal, sehingga ia punya kekhawatiran Hamdan Zoelva lakukan hal serupa? Bukankah banyak orang selalu mengukur orang lain dengan kebiasaan dirinya? :-)
Padahal, broadcast itu bisa saja kita ubah: “Astaga, ternyata
Hamdan Zoelva adalah mantan pengurus Partai Bulan Bintang (PBB), anggota
Koalisi Prabowo-Hatta”. Perlu diketahui, Hamdan Zoelva adalah aktivis
Islam, bersama Yusril Ihza Mahendra (salam hormat, pak) ia besar bersama
PBB, dan PBB adalah parpol pengusung Prabowo. Bukankah dengan logika
yang sama, cukup alasan bagi kita untuk curiga ia akan mendukung
Prabowo?
Yang ingin saya sampaikan adalah: sudahlah, jangan membuat gaduh dengan
menebar broadcast yang mendelegitimasi MK. MK adalah pintu terakhir dari
sengketa Pemilu. MK yang punya otoritas tunggal sebagai penafsir
konsitusi kita. Jangan menyebarkan berita gaduh yang membuat rakyat tak
percaya pada MK. Jangan sampai kemudian, setelah MK menetapkan
keputusan, masih saja bicara ini konspirasi, hanya karena pemenang
Pilpres bukan dipihaknya. Mau sampai kapan?
Apakah, seperti saya sering lihat di beranda Facebook, bahkan jika
Jokowi menang pun sebagian rekan tetap tak akan akui ia sebagai
presiden? Come on, dudes. kontestasi pemilu sudah usai. Siapapun
presiden yang dilantik nanti, tugas kita adalah mendoakan, semoga
beliau-beliau yang dipilih oleh lebih banyak rakyat SECARA JURDIL dan
Konstitusional bisa membawa Indonesia lebih baik. Kita kawal dan
kritisi, seraya mendoakan.
Bahkan Musa saja diperintah Tuhan untuk berkata yang sopan kepada
Firaun, lha layakkah kita yang tidak lebih mulia daripada Musa menyumpah
serapah Jokowi yang juga tak lebih dajjal dari pada Raja Mesir itu.
Amat banyak broadcast tak bertanggungjawab yang menyebar begitu
saja. Misalnya ketua KPU ditetapkan sebagai tersangka. Bahkan orang
sebaik Anis Baswedan pun dicari-cari kesalahannya, dilekatkan padanya
fitnah bahwa ia adalah orang JIL hanya karena ia Rektor Universitas
Paramadina, juga hoax dari situs-situs palsu dengan address –news.com. Di dunia yang kian maya ini, tetiba (<-- ini bahasa gaul terbaru, saudaranya ‘gegara’) muncul manusia-manusia broadcaster. Baik di BBM, Whatsapp, Facebook, Friendster, dll. (eh, Friendster emank masih ada yak? :D) yang pekerjaannya menyebarkan Broadcast tanpa tedheng aling-aling.
Padahal Allah memenangkan dakwah adalah karena kebatilan yang dilakukan
oleh musuh-musuh dakwah, jika aktivis dakwah melakukan hal serupa, maka
ia jadi punya dua musuh: Allah, musuh-musuhnya.
dakwah (www.maalimfitharieq.wordpress.com)
Sebetulnya saya menaruh kekhawatiran, berita-berita semacam itu justru dibuat oleh mereka yang phobia terhadap dakwah, yang sengaja memproduksi sejumlah kabar hoax dengan harapan agar di-broadcast oleh kader-kader PKS- yang semangat itu- agar menjadi blunder, untuk kemudian diserang balik oleh mereka.
Oleh karena itu, seyogyanya kader-kader dakwah PKS tidak “gagap
broadcast” terhadap berita-berita yang seakan-akan membela kafilah
dakwah padahal sejatinya ia bumerang yang akan menghancurkan bangunan
dakwah.
Bukankah sekarang kita melihat, ada begitu banyak orang yang awalnya
menaruh apresiasi kepada PKS, kini malah berbalik benci karena melihat
prilaku kader-kader PKS di dunia maya yang selalu ingin benar sendiri?
Sebuah situs yang cukup moncer di dunia maya, “PKS Pyongyang” misalnya,
pada satu sisi terkadang menguntungkan PKS dengan berita-berita
ekslusif, tapi tak jarang juga menjadi blunder karena teralu offensif
dan tak kredible. Yang saya tahu, berdasarkan obrolan dengan seorang
pejabat di DPP PKS, akun yang bukan merupakan akun offisial PKS ini juga
tak selalu sejalan dengan DPP karena konten beritanya yang “kayak
begitu” :D, pernah pula muat isi berita yang sumbernya justru dari akun
anonim triomacan yang di kalangan kader PKS sendiri sebetulnya
hanya diposisikan semacam cerita ‘israiliyat’: tidak dibenarkan
seluruhnya, dan tidak dianggap salah seluruhnya.
Robohnya Dakwah di Tangan Da’i
Dulu, ada sebuah buku terkenal di kalangan ativis berjudul Robohnya Dakwah di Tangan Da’i
karya Fathi Yakan, di antaranya adalah karena fanatisme berlebihan
dalam kelompok dakwah. Mungkin dalam konteks kekinian, jangan-jangan
dakwah runtuh karena broadcast liar yang ditebar oleh para du’at itu sendiri. Atau karena perilaku mereka yang mudah memberikan judgement kepada
siapapun yang mereka anggap lawan sebagai ahli-ahli kebatilan. Padahal
terkadang, peperangan tak mesti terjadi antara orang baik dan orang
jahat. Tak jarang, perang terjadi antara orang baik dengan orang baik. Hanya karena mereka berdiri disisi berbeda denganmu, tak mesti mereka adalah orang jahat.
www.sh1ndry.wordpress.com)
Jika terus “latah broadcast” seperti ini,
akankah dakwah menemukan kemenangannya? Saya khawatir justru jika
propaganda dilakukan terlalu berlebihan, citra buruk tidak hanya melekat
pada Partai dakwah saja, tapi justru pada seluruh asaatidz pejuang dakwah di manapun berada.
Mari lihat betapa tak jarang sebagian
rekan PKS melakukan standar ganda di sosial media: ketika tokoh PKS
melakukan kebaikan, maka hal itu dianggap sebagai ketulusan. Tetapi jika
tokoh lain lakukan kebaikan serupa, itu disebut pencitraan. Hati kecil
kita tergelitik bertanya: “apakah ketulusan hanya milik orang PKS?
sedang di luar sana tak boleh ada tokoh yg punya hati bening?” dalam hal
ini nampak, sekali lagi maaf, kader PKS berupaya menilai niat
seseorang, padahal Islam tak ajarkan itu. Islam tak mengajarkan kita
untuk menilai isi hati orang lain ketika berbuat kebaikan, itu hanyalah
urusan dia dengan Allah.. teringatkah kita dengan kisah bagaimana
Baginda Nabi nan pemurah marah saat ada shahabat berupaya membunuh musuh
yang masuk Islam lantaran curiga ia jadi mualaf hanya karena takut
mati? Nabi nan mulia bersabda, kita tak diminta untuk menilai isi dada
orang lain..
Demikian pula standar ganda pada sisinya yang lain, ketika ada qiyadah PKS
berbuat salah, kader dakwah mudah memahami, memaafkan, dan tak
menyebarkannya. Akan tetapi jika ada tokoh lain berbuat kesalahan, tak
jarang sebagian rekan memblow up-nya, menjadikan amunisi sebagai bahan bully-an..
Apakah, rekan-rekan, orang lain tak boleh berbuat salah? bukankah
kekhilafan bisa terjadi pada siapapun, pada orang lain dan juga pimpinan
PKS? pada kamu dan juga aku..
Mari berlaku adil, karena kita diperintah oleh Allah untuk menegakkan
keadilan itu atas semua manusia tanpa memandang ia berasal dari kelompok
mana, suku bangsa mana, atau pun agama mana. keadilan harus tegak untuk
memanusiakan manusia. Menegakkan keadilan itu adalah jalan yang dekat
dengan sifat kaum bertaqwa.. (Qur’an Surah al-Maaidah:8)
Rekan-rekan, sungguh tak jarang saya temui sebuah kalimat retorik, “kelihatannya pada tahu agama, tapi koq isinya menyebar fitnah dan kebencian”
Mari memuhasabah diri, jangan-jangan
ada di antara kita, yang turut berkontribusi bagi turunnya presentase
suara PKS pada Pileg lalu. Bukan karena tidak berkampanye atau dirrect selling, tapi
karena berkontribusi bagi lahirnya apriori dan kebencian sebagian
masyarakat kepada PKS lantaran sikap kader-kader PKS di dunia maya yang
sedemikian.. bukankah selain Mujahadah, Muhasabah adalah satu dari lima cara menggapai derajat taqwa?
Epilog: Kader PKS, Mari Belajar Bersama
Kebaikan itu adalah milik kaum Mukminin yang terserak di
mana-mana. Ia bisa berada dimana saja, pada istana nan megah atau gubuk
reot di tengah hutan. Kebaikan bukan ekslusif milik satu kelompok
tertentu. Ia bisa kita temui pada orang lain, dan dimanapun kita
menemukannya, kita boleh mengambilnya sebagai seranai hikmah dan
keteladanan.
Kesalahan juga tak mesti milik orang lain, ia bisa pula berada pada diri
kita, atau pimpinan kita. Karena setiap kita, bukanlah malaikat tanpa
cela.
Kata ustadz saya, sekalipun berasal dari pantat ayam, jika ia telur,
ambillah. Tapi sekalipun ia keluar dari wanita cantik, jika kuning dan
bau, tolaklah. Begitulah kebaikan. Ia bisa berasal dari mana saja. Ambil
isinya, bukan dari siapa ia keluar. Kata Baginda imam Ali, “Unzhur maa qaala wa laa tanzhur man qaala” , lihat apa yang dikatakan, jangan lihat siapa yang mengatakan.
Menutup monolog ini, mari minum teh sekali lagi. Sekalipun tak lagi
hangat tapi aku tulus menyediakannya buat kamu. Semuanya tulus untuk
kebaikan hubungan kita (lho?).
Semoga dakwah menemukan kemenangannya bagi negeri ini, menuju negeri
yang aman dan sejahtera, dilimpahi rahmat dan barakah Allah, dicahayai
oleh sinar-Nya yang tak pernah redup, karena kontribusi kita semua.
Meski hanya serupa butir pasir di antara bangunan yang kokoh itu. Karena
kamu, karena aku, dan karena mereka.
Kita tak bisa membangun negeri ini sendiri. Negeri yang begini luas
dimana terhampar sawahnya yang hijau, lautnya yang membiru, gunung dan
ngarainya yang indah. Kita impikan negeri ini subur, makmur, dan
dihampari ketaqwaan. Amien.
Rekan-rekan sila berkomentar. Komentar yg isinya sumpah serapah dan spam tak perlu ditanggapi,Karena sebetulnya Teko, hanya mengeluarkan isi teko :-)
31/7/2014. 17:49
Twitter: @mistersigit
Dakwah, bukan mie instan.
Dakwah, bukan mie instan.
source: http://sosbud.kompasiana.com/2014/08/01/kader-pks-mari-belajar-bersama-670957.html
–
referensi:
1. Alwi Alatas, Revolusi Jilbab, Kasus Pelarangan Jilbab di SMA Negeri Se-Jabotabek, 1982-1991, Jakarta: I’tisham.
2. Ali Said Damanik, Fenomena Partai Keadilan: Transformasi 20 Tahun Gerakan Tarbiyah di Indonesia. Jakarta: Teraju.
3. Adian Husaini, Penyesatan Opini; rekayasa Merubah Citra, Jakarta: Gema Insani Press.
4. Arya Fernandes, “PKS dan Masa Depan Palestina” dalam Mereka Bicara PKS, Bandung: DPP PKS dan Fitrah Rabbani.
5. Fathi Yakan, Robohnya Dakwah di Tangan Da’i, Jakarta: Era Intermedia.
0 komentar:
Posting Komentar