Kamis, 05 Juni 2014

GL ODOJ Behind the Scene

Siang ini, kali pertama saya shalat Jumat lagi di Masjid Istiqlal, pasca Grand launching One Day One Juz 4 Mei 2014  silam. Tak seperti biasanya,entah mengapa pada kesempatan Jumat itu saya tertarik utk melihat ke sekitar istiqlal. Padahal jika tak libur kantor, saya rutinJumatan di masjid terbesar se Asia Tenggara itu. Siang itu saya ingin sekali menikmati Istiqlal: melihat ke lorong2nya yang jauh,  melihat hamparan bata merah di luar ruang utama, melihat pilar-pilarnya, menatap tribun2nya, melihat orang2 yg bergegas menuju ruang shalat, dan seterusnya. Saya tak tahu disebut apa namanya: ada sensasi yang tdk bisa saya gambarkan dengan melihat objek2 tsb.

Yang saya ingat, lewat tengah malam dua pekan lalu, di hamparan bata merah yang luas itu puluhan teman dari tim konsumsi sedang menyambung2kan tali pembatas. Dini hari itu saya masih melihat mereka berjibaku bekerjasama membentangkan kain, mengikatnya dengan tali yang ditopang dengan kursi2 yang masih centang perenang, kadang kain itu layu, lalu di bentangkan lagi. Tanpa keluh. Di tengah gelap.

Juga yang saya tahu menjelang Shubuh pagi itu, tim dokumentasi masih sibuk menempelkan foto-foto ukuran besar utk dipasang sebagai Gallery Photo di tiang-tiang Istiqlal. Cantik nian. Acara kita jadi terlihat indah dan betul-betul berkonsep. Padahal, jam 23.00 sebelumnya, mereka masih keliling mencari studio2 print di Jakarta yang bisa mencetak massal dan bagus. Saya yakin mereka tidak tidur malam itu. Saya lihat betul menjelang tengah malam, wajah katim perkap nampak lelah melaporkan bahwa foto mungkin terpaksa tak bisa dicetak karena studio2 print sdh tutup.

Saya tahu, karena ia melaporkan itu ketika saya dan teman2 Tim Acara sedang prepare utkmeng-galidresik-i para Pembaca Deklarasi yang baru sempat dilakukan tengah malam. malam itu semua nampak sibuk. Sangat sibuk.

Tim kemanan jam tiga dini hari menangkap seorang pencuri yang tampangnya "sangat ustadz", yang kalau kita berpapasan pasti kita ucapkan salam ihtiram dan mahabbah, atau mungkin akan memintanya mengisi kajian tatsqif karena lebat janggut dan hitam jidatnya selayak orang2yg akrab berpakaian gamis dengan beberapa kitab turats di tangannya. Nyatanya ia pencuri. Dont judge the book by its cover. Begitu kata orang2 seberang yang suka  makan kentang nun di sana.

Rekan2, menjelang Shalat Jumat itu, saya lihat koridor2 Istiqlal itu sekali lagi, lalu tiba-tiba ingin membuang nafas berat. Ada terlalu banyak hal yang ingin saya kenang. Seperti apa yang saya sampaikan pada techinal meeting sabtu sore,  H-1:  “kita ingin, 10 atau 20 tahun lagi.. kita membayangkan bahwa kita pernah terlibat dalam sebuah kepanitiaan untuk sebuah agenda yang sangat besar. Dihadiri puluhan ribu orang, disiarkan langung oleh stasiun televisi nasional, mendatangkan pejabat dan para artis, memecahkan rekor MURI, dan kita yang terlibat di dalamnya sebagai panitia adalah orang2 yg  tidak saling mengenal.” Rekan-rekan, 10  atau 20 tahun lagi. Bayangkan betapa indahnya masa-masa itu.


Yang terkadang membuat dada saya sesak adalah: bisa jadi pertemuan dengan panitia2 dari luar kota itu adalah pertemuan pertama, dan terakhir. Pertemuan yang disengaja karena  terlibat dalam sebuah project besar dimana meeting-nya  selama ini hanya dilakukan secara virtual di dunia Whatsapp.

Saya, yang dalam event2 selalu dikutuk sebagai seksi acara, punya rekan satu tim yang berasal Samarinda. Seorang guru tahsin tilawah, beliau yang menyeleksi semua qari’ pada acara Grand Launching tsb. Rekan2 di tim lain pasti punya relasi serupa. Panita dari daerah yang jauh dan baru pertama kali “bertemu darat” pada saat itu. Bertemu! Itu kuncinya. Bisakah kita bayangkan kapan akan ada lagi pertemuan dengan shahabat2 nun jauh itu di dunia ini? Kemarin kita bertemu karena adaevent yg menyengajakan kita utk hadir, dimana mereka menabung berminggu bahkan berbulan2 utk membeli tiket pesawat. Lalu karenanya kita bertemu. Lalu pertanyannya, akankah kita bertemu dengannya lagi?

Hati saya berdesir ketika mengingat perjalanan mereka yang begitu jauh, ada yang naik pesawat, kereta, kapal, bus antar provinsi, dan lain2.. lalu serta merta hati saya berdoa: jikalau ini adalah pertemuan pertama dan satu-satunya kesempatan kita bertemu..jikalau kita tak bertemu lagi di dunia ini, semoga kita dipertemukan-Nya disurga kelak. Di taman2 surga yang mengalir di bawahnya sungai2, dimana kita bercengkerama akrab karena ni’mat dari Allah yang tak putus2nya tersebab  kecintaan kita kepada al-Quran..


Sedangkan utk sementara di dunia, kita akan habiskan dengan kenangan, sampai kita bercucu dan menua entah hingga kapan.


Cerita Panjang

Pertemuan panitia secara formal pertama kali adalah di Masjid al-Ghiffari Bogor, saya  tidak ingat betul, tapi mungkin sekira enam bulan lalu. Saya tidak kenal siapa rekan2 tsb ketika kami dari tim acara memberikan 4 opsi konsep acara kepada teman2. Awalnya direncanakan agenda GL selama 2 hari dan diisi dengan Long March dari  Istiqlal ke Monas. Deklarasi di  taman Monas dengan melepaskan ribuan balon ke udara, dst, sebelum akhirnya dengan alasan keamanan disepakati acara hanya berlangsung 1 hari.

Karena satu hari itulah kemudian flow acara juga menyesuaikan.Alhamdulillah semua berjalan lancar dengan perubahan flow yang tdk terlalu berarti, plus overtiming yang masih bisa ditoleransi. Seperti EO Profesional saja. Mungkin kurang banyak yang tahu bahwa sesi “Talkshow Artis” yang bikin tim keamanan terpaksa mendorong peserta yg "bandel" itu, sebetulnya adalah acara dadakan yang tidak ada didalam flow :D, hanya memang seagai tim acara kami harus berfikir bahwa susunan acara harus berjalan selancar mungkin dan tak ada kekosongan pengisi acara. Alhamdulillah, Wakil Menteri Agama RI, Prof.Dr.H.Nasaruddin Umar Hadir, Ustadz Yusuf Mansur juga hadir setelah beberapa hari sebelumnya membuat dada deg2an. Para artis hadir, press conference lancar, deklarasi sesuai ekspektasi, liputan media banyak bahkan sampai ke harian Sabah di Turki, dan AFP. Terakhir rekan di Australia juga mengirim email ke saya utk keperluan membuat profil acara GL ODOJ. Semua berkat seluruh kerjasama panitia, peserta, dan tentu saja Takdir Allah.


Kekhawatiran itu Ada

Ada banyak kekhawatiran dalam event ini. Pertama, panitia diperintahkan utk tidak meminta sponsorship dengan pihak manapun. Bisa rekan2 bayangkan bagaimana sebuah event sebesar ini tidak dibiyai oleh sponsor, padahal tawaran utk sponsorship membanjiri inbox SMS dan email bahkan sampai hari H.  750juta tanpa sponsor! Crazy, kan? “Absurd”-nya, odojer menaruh trust ke panitia sampai merelakan utk mentransfer uang hingga terkumpul nyaris 1 Milyar! Apa namanya jika bukan karena keimanan? alhamdulillah Allah berikan kemudahan, sumbangan dari odojer melebihi kebutuhan anggaran.


Kekhawatiran berikutnya adalah jumlah peserta yang hadir. Bisakah rekor MURI pecah? Krn sebelumnya rekor serupa pernah diraih di Sumatera Selatan dengan peserta 22ribu orang.Alhamdulilah peserta lampaui target. Sampai malam menjelang hari H pendaftar sudah capai 28ribu, dan pagi harinya, peserta menyemut hingga tribun paling atas Masjid Istiqlal. Jembatan Juanda bahkan sempat stuck  karena antrian jamaah menuju istiqlal. Sopir taksi yg antar saya pulang sampai bilang: “tadi acara apa, mas? Belum pernahsaya lihat di Istiqlal ada acara seramai itu, sampe luber keluar2”. Semua karena Allah.


Saya kira kekhawatiran itu yang membuat saya tak kuasa menahan tangis dalam doa bersama seluruh panitia bada Shubuh pagi itu. Saya juga mendengar isak tangis Ketua Pelaksana Grand Launching ODOJ, akhuna Haidir. Kekhawatiran serupa tentang kelancaran acara, kekhawatiran tentang ketertiban, dan seterusnya. Tentu kita tak ingin acara ini diliput media karena ada kerusuhan, misalnya. sedangkan cita2 kita begitu mulia. membuat event yang menyadarkan umat utk kembali kpd Allah melalui al-Quran. kekhawatiran yang wajar ketika doa dan usaha sudah sedemikian maksimal.


Sejujurnya  saya merasa cukup beruntung pernah ikut training yang diisi langsung oleh seorang Motivator Nasional Tung Desem Waringin, dan—dalam kesempatan berbeda—oleh  Master ESQ Ary Gianjar Agustian, sehingga setiap kali berfikir tentang sulitnya mengonsep acara yang terus berubah, doktrin begawan motivator2 nasional itu selalu terngiang: “ya memang sulit. Lalu bagaimana caranya supaya bisa? Bagaimana caranya supaya bisa?”, doktrin ‘bagaimana caranya’ ini yang membuat saya beruntung karena setiap kali terdesak, saya selalu bertanya pada teman2 di tim acara, dan rekan2 saya yg hebat2 itu selalu berikan alternatif2 yg brilliant utk saya timbang2 dan putuskan. Gracias utk semua kru tim acara. Dan tentu Lebih dari itu, kepada semua tim yang isinya adalah orang2 hebat. Mercious!


Kekaguman

Satu malam saya pernah cerita ke istri tercinta, betapa saya mengagumi kehebatan rekan2 di Tim Konsumsi, Keamanan, Dokumentasi, Perlengkapan dan Trans-akomodasi, Danus, P3K, IT, Acara dst. Betapa semua profesional dan all out bekerja tanpa pamrih, menghabiskan waktu dan tenaga, fikiran dan uang, padahal sekali lagi – ini yang absurd—tidak saling kenal-mengenal. Apakah ini yg disebut dengan ta’liful quluub? Sungguh ingin aku katakan padamu: “Alangkah indahnya jika engkau pun merasakannya.”


Ketertiban pada pembagian konsumsi adalah satu hal  yang paling saya khawatirkan. Bahkan sedemikian concern kami pada pembagian konsumsi, mekanisme pembagiannya berubah terus menerus dari syuro ke syuro. Alokasi waktu pembagian makanan pun mendapat perhatian serius yang merubah flow acara bahkan sampai H-3.


Wakil ketua Tim Konsumsi merasakan hal serupa. Mungkin tidak sekhawatir saya. Ia bercerita bagaimana ketika sesi pembagian makanan barusaja dimulai, para wartawan sudah menyiapkan tripod dan mengarahkan kamera2 ke posko2 konsumsi. Menunggu ‘badnews’ nampaknya. Meliput Kerusuhan pembagian konsumsi dengan peserta 50ribu orang di dalam masjid is a ‘goodnews’, right? Alhamdulillah, sekalipun saya tidak melihat langsung karena harus membuka press conference di lantai bawah, pembagian konsumsi aman terkendali dengan pasukan pembagi konsumsi yang katanya galak2 :D


Saya pahami galak itu sebagai sebuah ketaatan atas perintah si boss team. Semua demi kelancaran acara yang penuh resiko dan punya potensi rusuh yang tinggi. Utk ketidakgaduhan atas pembagian konsumsi bagi lebih dari 30ribu nasi box itu, rasanya kita perlu angkat topi pada tim konsumsi, dan tentu saja, tim keamanan. Yang tidak punya topi boleh angkat ketek. :-)


Thanks utk semua panitia. xie xie anak2 film Kembali Pada-Mu yang sampe nginep2 di kontrakan utk ngejar syuting kedua. Arigatou Gozaimatsu utk Katim Danus yang siapkan pempek spesial utk saya selama dua hari karena tahu saya tidak suka makan nasi. Saya tak bisa bayangkan jika saya tak berenergi sama sekali hari itu sementara saya bertanggungjawab utk keseluruhan flow acara. Syukran utk semua panitia atas semua kerjasama kita. Spesial utk teman2 Tim Acara, antum semua adalah orang2hebat. Mohon maaf utk siapapun yang pernah kena semprot. Kita berharap semoga keseriusan yang dibalut dengan canda akrab ini mengantar kita utk kopdar di alam keabadian kelak. Di surga nanti. Dimana kita bercengkerama di taman2nya yang penuh kenikmatan. Saling sapa dalam kebahagiaan di atas kebahagiaan. Aamiin ya Rabb..


@mistersigit




0 komentar:

Posting Komentar