Subhanallah

Maha Suci Allah

Alhamdulillah

Segala Puji bagi Allah

laa ilaaha illaLlah

tiada tuhan selain Allah

Allahu Akbar

Allah Maha Besar

Astaghfirullah

aku mohon ampun kepada Allah

Jumat, 09 Januari 2015

Cerita PITA Part III: "Mengharu Biru"






Arief menarik nafas dalam-dalam, lalu membuangnya, berat. Sudah kali keempat ia melihat Rudi, teman sekelas di kampusnya, membagikan brosur “Rahasia Jalan ke Surga”. Isi brosur itu membuatnya sangat gelisah, karena secara tersembunyi di dalam bulletin tersebut terdapat ajakan ke dalam agama Kristen. Dikutip pula beberapa ayat al-Quran yg dicomot serampangan utk melegitimasi “kebenaran” agama para missionaries  itu. Ini pasti bagian dari kristenisasi! Geramnya dalam hati.

Setelah diskusi kecil dengan kru PITA bada Zhuhur di basecamp tadi siang, Arief and the gank bersepakat utk mendiskusikan masalah ini lebih jauh kepada Ustadz mereka, (kita sambiiiitt…) kak Aguuung  (hore..hore.. tepuk tangan :p)
***


Pengajian hari ini lain dari biasanya. Gemuruh angin disertai hujan lebat seolah membasahi seluruh Ibu Kota hingga ke pelosoknya. Butiran kristal2 cair itu terjun bebas tanpa ampun. Seakan diantara mereka terdapat panglima perang yg berkata: “Serrraaaang Jakartaaa!!! Tak akan kami biarkan satu jengkal tanah pun melainkan kami akan membasahinya dengan tubuh yang kami persembahkan ini!! Serrraaangg!!!

Ck.ck.. imajinasi yang betul2 heroik… (dan memprihatinkan….)

Arief dengan mimik wajah serius menyodorkan bulletin propaganda itu kepada sang ustadz.

“ini masalah serius, untuk urusan akidah kita tidak boleh bermain2!” tegas Agung  membuat PITA  kompak mengepalkan tangannya. “tapi pendekatannya harus dengan cara yang ahsan. Gimana neh ada ide?” lho koq ust.Agung  malah balik nanya sih? 

Seperti biasa, Nashir  ngasih usul yg brilian (ngok), “Mmm..gini aja, dua pekan lagi khan kita mo camping, kita ajak aja Rudi utk anter kita pake mobilnya. Nanti disana kita diskusi utk klarifikasi lebih jauh.”

Wahyu                    : “I’m agree with u, disana langsung aja kita sidang!!”
Henry                      : “kita keprett!”
Anto                        : “tampoll!
Adit                         : “cipoll!”
Haidir                   : “Buang ke Jurang! Mobilnya kita jual! Uangnya utk kas PITA” <<-- et dah!
PITA  ngasih ide serem2 banget..layaknya penjahat kelas teri…

Sigit Coker Cogan  : “ehm..! akhi, tidak boleh begitu, akhii. Sebaiknya kita kasih tausiyah. (bijaksana sekali yg namanya Sigit Coker Cogan. khkhkhkh..)

***

“Bisa nggak?” 
“berapa hari sih campingnya?”
“Cuma satu malem”
“ya udah, ntar aku anter”
Mudah sekali. Rudi bersedia nganter PITA  camping. Hebat juga lobby Arief, atau jangan2… Rudi punya rencana lain?
***

Cornellius Rudi Sulistyo mempersiapkan ranselnya. Buku harian, kamera SLR, kaos olahraga, dan satu pack Gerry Salut kesukaannya. Yup! Beres semua. Oh ya, al-Kitab pemberian Sinta yg paling dicintainya. Sesuai anjuran mama yg pemimpin lagu rohani di gereja Cibinong itu, dengan membawa Bible ia akan merasa lebih tenang. “semoga aku dapat mengajak Arief dan anak2 PITA itu utk menjadi ‘anak-anak tuhan’ amen.” Batinnya.

“Ok, semua dah beres.” Rudi meletakkan ransel Boogie itu dalam Innova-nya. Cukup luas utk sekedar anak PITA yang badannya semua ideal dan tak ada satu pun yang gendut.

“Aku berangkat, ma” pamitnya sambil mencium pipi ibunya, manja.
“Dah sayang, hati2 ya…”
“Dah mama..”

Rudi berangkat dengan semangat. Diulang2nya materi diskusi yg sudah dipersiapkannya semalam utk debat teologis dengan anak2 PITA, juga dengan guru ngaji mereka itu. Mobil itu melaju pelan, “Tuhan, Engkau selalu dalam langkahku. Pujian bagi-Mu”
***

Awalnya gerombolan PITA bingung mau ngadain acara camping dimana.  Selama ini semua agenda2 PITA ga pernah ada yang batal. semua selalu sesuai rencana (wakwaww). Sebagian besar komplotan PITA penginnya ke negara asal masing-masing. Maklum mereka adalah imigran2 luar negeri yang tersesat di Indonesia. Adityo pengen ke Burkina Faso, Marwan dan Muflih ke Samoa, Yunus ke Burundi, Ansor ke Zambia, Yusuf ke Vanuatu, Hakim ke Latvia, Azam ke Samoabisau, Suhud ke Tuvalu, Ucok  ke Zaire, dan Sigit ke Swiss :))

Fatah usul ke Semak Daun, Asep ke Bekasi, Diaz usul ke Baduy Dalam, Angga dan Ilham mengusulkan ke Bali, Fazrin dan Irvan pengen ke Raja Ampat, Bakat dan Ilham Usul ke Bunaken.

Tapi, akhirnya Innova itu pun memasuki gerbang gunung pancar, Babakan Madang, Sentul, Bogor.
Tak ada yg istimewa sepanjang perjalanan. Hanya saja noraknya Wahyu yg selalu kasih komentar ttg segala yg dia lihat, tak tampak lagi disini.(sodara2, ini betul2 istimewa. Wahyu tak tampak norak.. amat istimewa!!!)

Gunung pancar, masih seperti dulu, barisan pohon pinus berdiri kokoh menjulang menggelitiki langit. Pemandangan yg indah. PITA kini terbiasa berdoa bila berhadapan dgn pesona alam. Bahkan Arief sempat memejamkan matanya perlahan, “Rabbana maa khalaqTa hadza bathila, subhanaKa faqina ‘adzabannar..” Duhai Rabb kami, tiadalah Engkau ciptakan ini sia2 belaka.. Maha Suci Engkau, maka jauhkanlah kami dari siksa neraka…

Acara2 demi acara terangkai. Pasak bumi, latihan grup nasyid NSB (Nasyid Shoutul B*****), pengajian plus tafakkur alam, ratiban.. mandi sore.. ahh segarnya.. sore2 gini duduk2 melihat sunset yg berkilauan merah tembaga di ufuk barat. Burung2 pipit, terbanglah menjauh.kabarkan pada awan, cerita ini.. kata Ebiet G. Ade. Indahnya duduk di bawah pu-un sambil ngupi dan makan pisang gureng.. begitu istimewa.. Alhamdulillah ya Allah..  camera siap menge-shoot gambar2 nan emejing ini..

Ba'da maghrib Rudi udah menyiapkan bahan disuksi dengan kak Agung . Aku pasti bisa mengajak mereka semua ke jalan tuhan. Mereka sangat potensial.. Jiwa missionarisnya meletup2. Dilihatnya PITA  tampak sedang ngobrol2 ringan. Sedang bercanda bersama di samping pos ronda..(pake nada koesploes). Dan seperti biasa, tak boleh dilupakan—sekali lagi tak boleh dilupakan—ngocol, pura2 pinter, kusud, dan songong.. ketawa ga jelas kayak orang ga punya duit..

Namun tidak bagi Arief, dengan ketajaman nalurinya, ia menangkap sesuatu yg tidak biasa dari temannya itu. Arief menghampiri Rudi, lalu duduk mendekat. Dimulailah diskusi itu…

Rudi (selanjutnya disingkat ‘R’) : “kamu sudah baca brosur dariku belum?”

Arief (selanjutnya agar supaya lebih mudah untuk dipahami dan dimengerti, kita juga akan menyingkat daripada namanya agar tidak menghabiskan halaman cerita ini dan tidak bertele-tele. Maka nama daripada Bung Arief akan kita singkat saja agar lebih mudah dimengerti dan dipahami menjadi, ‘NN’ ): “sudah, tapi aku ingin menanyakan sesuatu padamu”

R            : “silahkan” Rudi antusias karena mendapatkan starting point bagi missinya.

NN         : “kenapa dalam brosur yg kamu sebarkan itu bertebaran ayat2 al-Qur’an untuk melegitimasi kebenaran argumentasimu? Apakah tidak cukup penulis brosur itu mengeksplorasi dan mengelaborasi lebih spesifik dengan mengartikulasikan interpretasi2 yg valid dalam Bible saja tanpa membawa2 al-Quran? Pertanyaan Arief begitu intelektual. Sarat dgn bahasa2 langit, macam pengamat politik di TVOne (TV sebelah sorry ya. Udah gw hapus channel-nya bhahaha). Demi mendengarnya, semua kru PITA  terkesima sampe ngiler ketiduran.

R               : “ini utk menguatkan argumentasi kami. Bahwa ternyata al-Quran pun membenarkan agama kami”
NN         : “kenapa utk membenarkan agama kamu, kamu menggunakan dalil dari ayat2 al-Quran? Bukankah al-Quran itu (sebagaimana pemahamanmu) hanya karangan Muhammad saja?

R             : “ya. bagi saya Qur’an itu hanyalah karangan Muhammad.”
NN         : “kalau geitu, berarti tak perlu menggunakan dalil dari Quran dund.. apa gunanya? khan tidak ada given authority-nya kalo gitu.. buat apa berdalil dgn sesuatu yg hanya karangan manusia biasa? Hanya karangan manusia pendusta. Kecuali kalau kamu percaya bahwa Quran itu wahyu Tuhan.”

R               : ‘euh.. maksud saya, saya percaya kalau Quran itu wahyu Tuhan..jadi Quran pun membenarkan agama kami”
NN         : “kalau kamu percaya, berarti kamu harus mengakui kalau Muhammad itu adalah Rasul Tuhan. Karena tidak mungkin Tuhan menurunkan wahyu kecuali pada para utusan-Nya, bukan?

R             : “ya, ya. saya percaya” Rudi mulai grogi diserang oleh Arief seperti itu.
NN         : “kalau begitu, kamu juga harus percaya bahwa Allah itu Maha Esa sebagaimana diucapkan Nabi Muhammad.  Karena tak mungkin Nabi berbohong, dan Tak mungkin Tuhan mengutus Nabi-Nya dari kalangan pembohong.”

R             : “euh.. saya bingung…” Rudi tak habis pikir, persiapan diskusinya selama satu minggu dipatahkan Arief hanya dalam beberapa kalimat saja.. dan itu  justru disebabkan kutipan ayat2 Quran yg sebetulnya bertujuan utk menguatkan dalil mereka.

Sejurus kemudian, Ariefmeminta Rudi membuka Perjanjian Lama, Kitab Kejadian mulai dari pasal I:

Tertulislah disitu kalimat2 tentang awal mula penciptaan alam semesta versi Bible: 

Kejadian Awal Mula Alam Semesta

1:1 Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.

1:2 Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.

1:3 Berfirmanlah Allah: “Jadilah terang.” Lalu terang itu jadi.
1:4 Allah melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari gelap.
1:5 Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama.


1:6 Berfirmanlah Allah: “Jadilah cakrawala di tengah segala air untuk memisahkan air dari air.”
1:7 Maka Allah menjadikan cakrawala dan Ia memisahkan air yang ada di bawah cakrawala itu dari air yang ada di atasnya. Dan jadilah demikian.

1:8 Lalu Allah menamai cakrawala itu langit. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari kedua.


1:9 Berfirmanlah Allah: “Hendaklah segala air yang di bawah langit berkumpul pada satu tempat, sehingga kelihatan yang kering.” Dan jadilah demikian.

1:10 Lalu Allah menamai yang kering itu darat, dan kumpulan air itu dinamai-Nya laut. Allah melihat bahwa semuanya itu baik.

1:11 Berfirmanlah Allah: “Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon buah-buahan yang menghasilkan buah yang berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi.” Dan jadilah demikian.

1:12 Tanah itu menumbuhkan tunas-tunas muda, segala jenis tumbuh-tumbuhan yang berbiji dan segala jenis pohon-pohonan yang menghasilkan buah yang berbiji. Allah melihat bahwa semuanya itu baik.
1:13 Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari ketiga.


1:14 Berfirmanlah Allah: “Jadilah benda-benda penerang pada cakrawala untuk memisahkan siang dari malam. Biarlah benda-benda penerang itu menjadi tanda yang menunjukkan masa-masa yang tetap dan hari-hari dan tahun-tahun,
1:15 dan sebagai penerang pada cakrawala biarlah benda-benda itu menerangi bumi.” Dan jadilah demikian.




1:16 Maka Allah menjadikan KEDUA BENDA PENERANG YANG BESAR ITU, YAKNI YANG LEBIH BESAR UNTUK MENGUASAI SIANG DAN YANG LEBIH KECIL UNTUK MENGUASAI MALAM, dan menjadikan juga bintang-bintang.

1:17 Allah menaruh semuanya itu di cakrawala untuk menerangi bumi,
1:18 dan untuk menguasai siang dan malam, dan untuk memisahkan terang dari gelap. Allah melihat bahwa semuanya itu baik.
1:19 Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keempat.




Lalu Arief bertanya telak: Bagaimana logikanya matahari diciptakan pada hari keempat? Lalu apa yang dimaksud dengan “jadilah petang jadilah pagi” di hari pertama hingga ketiga jika mataharinya saja baru diciptakan pada hari keempat? Bukankah petang dan pagi itu adalah saat dimana matahari tenggelam dan terbit? apa maksudnya petang dan pagi? 

Apakah kamu masih yakin kalimat keliru semacam ini adalah firman dari Tuhan?

Rudi tertunduk lemas. Kegelisahan hati bertahun lamanya semakin memuncak. Ia menarik nafas.

Menutup diskusi, Arief merekomendasikan beberapa ayat dalam al-Quran utk dibaca Rudi sebelum tidur.

Rudi gemetar membaca ayat yg satu ini, ayat yg menentramkan jiwanya yang selalu dihantui kegelisahan.

“Katakanlah, Dialah Allah Yang Maha Esa. Dia tempat bergantung segala sesuatu. Tidak beranak dan tidak pula diperanakan. Dan tak ada satupun yang setara dengan Dia.”

Rudi mengantuk, lalu tertidur, namun dalam telinganya masih terngiang ucapan Arief, “kalau Yesus itu tuhan, mengapa ia menyembah tuhan?” sebuah pertanyaan sederhana yang menggelisahkan…
***

Pukul 03.05 hawa dingin menusuk tulang

Rudi terpaksa harus bangun di pagi buta seperti ini. Isakan tangis PITA  menghalangi matanya utk lelap. Dikuceknya kedua mata yg terasa berat itu, lalu dgn penasaran ia melongok keluar tenda, sedang apa mereka di pagi buta seperti ini?

Dilihatnya dua barisan berdiri tegak menghadap barat. Nauval, calon Mahasiswa Universitas Islam Madinah itu menjadi imam mereka, sebuah pemandangan yg memikat hati Rudi. PITA  khidmat bermunajat pada Tuhannya, dalam selimut gelap malam dan hembusan dingin udara. Didengarnya kembali isakan tangis yg tadi mengganggu tidurnya, kini terasa begitu memilukan.. seolah tangisan hakiki yg keluar dari hati yg ingin suci. Disini, ia melihat sosok2 yg sedang merintih memohon ampunan dosa, linangan airmata membasahi pipi mereka, layaknya mata air yg memancar dari kedua mata yg takut dan tunduk pada keagungan dan ke-Maha-an Tuhan.

Sujud panjang mereka, pasrah. Begitu syahdu.

Pernahkah aku menghadap Tuhan sedemikian rupa? Rudi merinding. Tiba2 ia rasakan dirinya terhempas dan lemah.. lalu ia menangis sesenggukan.. batinnya berguncang hebat,, inikah hidayah itu..? o, Tuhan, tunjukan padaku kebenaran-Mu… doa tersyahdu yg pernah ia panjatkan seumur hidupnya…

Memang, jauh di lubuk hatinya, sudah bertahun-tahun ia menyembunyikan kegelisahan spiritual yang mendalam… oleh karena itulah ia berupaya menjadi missionaries untuk menghilangkan kegelisahan itu..
***

Pukul 07.30 cerah
“Rief, aku ingin masuk Islam.”
Arief terlihat tenang. Basuhan air wudhu untuk Dhuha-nya masih tampak. Lalu ia terseyum lebar, khas Arief. “Alhamdulillah, ayo kita ke Akh Agung ”
“hei, PITA, kumpul! Ada berita indah hari ini”

“Masuk Islam itu mudah, namun menjadi seorang Muslim itu tidak semudah yg kita bayangkan. Ada konsekuensi yg harus dijalani seseorang sebagai Muslim. Sholat lima kali sehari, puasa selama satu Bulan Ramadhan, memilah makanan antara yg halal dan haram, dsb.”

Demikian taushiyyah menjelang prosesi pagi itu..

“Saya sudah siap. Apapun resiko yg akan saya hadapi.” Tegasnya mantap. Tantangan terberat bagi Rudi tentu keluarganya. Bagaimana tidak, ibunya pemimpin lagu rohani di Gereja, dua orang kakaknya semua menjadi pastor. Ayahnya sendiri seorang missionaries. Mereka pasti marah besar seandainya mendengar ia memeluk Islam. Namun Allah lebih kucinta. Ia menarik nafas pelan, lalu membuangnya berat.

“Bertekadlah dengan matang, Rudi.” Fazrin  mencengkeram tangan Rudi utk menguatkan hati.
***

Pukul 10.05 Cerah
Rudi merasa semakin mantap. Duduk diantara pengajian anak2 PITA  ia merasa sejuk. Tiba2 dadanya terasa amat lapang. Matanya terasa segar. Begitu bahagianya, rasanya ia ingin melompat2 utk mengekspresikan keceriaan hatinya.

Semilir angin Gunung Pancar berhembus perlahan. Cerahnya mentari pagi ini seakan mewakili hati Rudi, hangat. Langit yg membiru, nyanyian beburung diantara rindang pohon pinus dan semak belukar. Hamparan pesawahan dalam pandangan mata begitu menakjubkan..

Ust.Agung memulai prosesi, “ikhwati, antum menjadi saksi atas kesaksian saudara baru kita ini. Saksikanlah.” PITA mendengarkan dgn seksama nasihat Kak Agung . Sangat serius..

Agung  membimbing Rudi mengucapkan dua kalimat syahadat, pelan dan tenang. Rudi mengikuti dengan khidmat, kepalanya tertunduk seolah terasa berat.. matanya basah…

“Asyhadu an laa ilaaha illaLlah, wa asyhadu anna Muhammadan RasululLah..aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah.. dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad itu adalah utusan Allah..”

Perlahan Rudi mengikuti ucapan itu, ia menangis dengan air mata yg menyejukan..ia tertunduk..hatinya terasa sejuk.. PITA menghampirinya, namun ditahan oleh ust. Agung  dengan isyarat tangannya. “Saudaraku, selamat datang dalam barisan kaum Muslimin. Kaum yg tidak ada keraguan dalam agamanya, dan dijanjikan Surga oleh Allah.”

Rudi semakin menunduk, lalu menarik nafas, mengehembuskannya, pelan. Arief mendekat, lalu mendekapnya erat. Ia menangis, tak membayangkan sebelumnya bahwa teman lamanya itu akhirnya menjadi seorang Muslim. Benarlah firman Allah.. “barangsiapa diberi-Nya petunjuk, niscaya tak ada yg bias menyesatkannya.”

“Rief, kamu harus bimbing aku, ya!”
“Brebes.. eh beres.. he..he..*^7*&*5)4*%49-09LOIhoUP9n" tawa ga jelas khas Arief.

Satu2 PITA  memeluk Rudi. Begitu mengharukan, menyalaminya, dan memberikan senyuman terbaik bagi saudara baru mereka. Selamat bergabung, Rudi.
***

Jam 11.00
Siap2 pulang, Rudi menyalakan mobilnya dengan tenang. Belum pernah ia merasakan ketentraman hati seperti ini sebelumnya. Sekali lagi, rasanya ingin ia melompat2 utk mengekspresikan kebahagiaan jiwanya. Lalu mengatakan pada setiap orang yg ditemuinya, “Saya Muslim, saya Muslim!” bahagia sekali.

PITA  tentu tak menyangka bahwa hari itu adalah hari terakhir bersama Rudi. 

Menuruni jalan yg curam, turun dengan tajam. Jalanan menjelang siang itu memang masih lembab seperti berembun. Rudi mencoba tetap tenang dan mengendarai mobil itu dengan baik, namun apa daya mobil itu terpeleset ke kanan, dan menerobos masuk ke jurang. 

Allahu Akbar!! Rudi bertakbir!

Mobil jatuh dengan posisi paling tidak aman bagi Rudi.

Allahu Akbar! Allah Maha Besar!

Hening...

Semua mata memandang Rudi dengan nanar.

Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Arief mendekapnya, sambil terisak. Betapapun ia merasakan sakit pada kakinya.

Ia menangis sesenggukan…
***

Langit gelap. Tak seakrab pagi tadi. Tiupan angin ini pertanda akan membawa hujan lebat. Sebetulnya Arief ingin memandikan jenazah itu, lalu mengkafani dan mensholatkannya… agh!  Dadanya begitu sesak, meski ia tetap beryukur Rudi meninggal setelah bersaksi akan ke-Agungan dan ke-Esaan Allah.. aggh.. Muhammad Rudi Sulistyo.

Namun keluarga Rudi sudah tiba, dengan iringan ambulans dan sejumlah pemuka gereja…
***

 --


Follow me on Twitter @mistersigit

PITA / Komunitas Independen

Jumat, 02 Januari 2015

Cerita PITA, Part II : Mujahid!




Seperti biasa, sore ini PITA duduk membentuk sebuah lingkaran. Halaqah pekanan yg bermakna. Karena disini mereka mengenal Islam, belajar berda’wah, mecintai Allah, Rasul-Nya, hingga mereka merasakan betapa sejuknya hidup dalam Islam, dan betapa pentingnya mencintai setiap Muslim di pelosok bumi manapun.

Seperti hari ini, Kak Agung mengangkat tema tentang urgensi solidaritas dunia Islam dalam menyelamatkan masjidil Aqsha dari cengkeraman zionis Israel. Demi membahasnya, suasana liqo menjadi betul2 serius, serasa ruh jihad meluap2. Tapi, kelihatannya Wahyu  lagi ga semangat tuh…

Hooamm..ngantuk banget liqo hari ini. Beginilah akibat nonton Layar Kemilau  semalaman. Meskipun asik, ternyata mudharatnya lebih banyak ketimbang manfaatnya.
Berbeda dgn yg lain, Halaqah hari ini terasa sangat sepi baginya…

***


Membuka Qadhaya Da’wah, Kak Agung mempersilahkan masing2 mentee utk menyampaikan kegelisahan hatinya. PITA bergantian curhat. Pasti tak jauh dari masalah keluarga, prestasi akademik, cewek, organisasi, dll.

Namun, Anto  hari ini menyampaikan kegundahan hatinya yg lain dari semuanya…

“ikhwati, sejujurnya setiap kali ana mendengar nama Palestina, seperti disebut Kak Agung tadi…hati ini terasa disayat2. Perih! Seakan ada dorongan di hati ini utk memberikan kontribusi yg lebih besar. Ana mencintai antum akhi, namun bagaimanapun jihad fi sabilillah lebih ana cintai…ana telah ber’azzam, insya Allah ana akan berangkat jihad kesana.. mempersembahkan diri ini utk membebaskan Palestina yg diberkahi. Ana ingin syahid, akhi… ana rindu darah ini mengalir menyuburkan tanah para nabi itu. Menyelamatkan al-Aqsha, mungkin dgn cara itu ana dapat menggapai surga Allah yg ana rindukan…”

Semuanya tampak serius mendengarkan. Melihat linangan airmata Anto , jelas apa yg diucapkannya bukanlah main2. Palestina, oh Palestina, engkaulah ranah jihad sepanjang masa. Sungguh lukamu adalah luka kami semua..tangismu adalah tangis kami semua..Anto terus melepaskan gundahnya, lalu menutupnya dgn kalimat,

“siapa yg mau ikut dgn ana?”

Semua mulut terkatup. Semua kepala tertunduk. Teruji sudah betapa lemah iman ini, ketika panggilan jihad terserukan di depan telinga. Ya, inilah batas iman kita, terujilah sudah…

“ana!”

Tiba2 Fazrin Fadhillah menyambut seruan suci itu. “insya Allah ana ikut.”
“Bagaimana dgn keluarga antum, Faz?”
“insya Allah ana akan berusaha utk meyakinkan mereka….”

***

Bukan perkara mudah bagi Fazrin utk meyakinkan orangtuanya mengizinkannya berjihad. Diskusi ke diskusi, debat ke debat. Sudah berulangkali Fazrin menyampaikan keutamaan berjihad dalam Islam, baik dari al-Quran maupun hadits. Sampai2 ia menduga kalu orangtuanya mungkin sudah hafal dgn dalil2 yg terlalu sering ia sampaikan.

Sebagai seorang anak, Fazrin bukan tidak paham perasaan orangtuanya. Mereka tentu menyesalkan keinginan Fazrin utk “mengantarkan nyawa” setelah letih merawat Fazrin selama 18 tahun tercurahkan. Setelah terperas segala keringat, setelah tak terhitung uang yg terkuras utk membesarkannya. Agar engkau menjadi orang besar, nak. Agar masa depanmu terbentang indah. Sebuah harapan suci setiap orangtua.
pokoknya tidak setuju!

Kalau sudah begitu, selesailah diskusi. Dan Fazrin kembali ke kamarnya, berdoa agar Allah membukakan hati orantuanya. Memberikannya izin utk membela agama Allah ini. Ah..nanda tahu betapa berat perasaanmu..namun hasrat ini begitu menggebu, bukankah setiap jiwa akan merasakan mati? Mudahkanlah wahai Rabb…”

***

Dua bulan berlalu usaha Fazrin membujuk orangtuanya tak sia2. Karena sudah tak kuasa lagi menahan keinginan anaknya, akhirnya orangtua Fazrin menyerah juga. Mereka mengenal betul sifat anaknya yg satu ini. Kukuh kalau sudah punya keinginan. Tak bisa dihalang-halangi. Pernah sewaktu masih SD ia bertengkar dengan kakaknya karena berebut Robocop pemberian pamannya. Alih2 mendapatkannya, robot itu justru terbanting dan rusak.

Beberapa hari kemudian, Fazrin kecil rela tidak jajan berhari2 demi mengumpulkan uang utk membeli robot semacam itu. “betul2 perjuagan yg tak kenal lelah!” bangga orangtuanya kala itu. Namun siapa sangka sifat anaknya kini harus berhadapan dgn cinta kasihnya?

***

30 April 2006
Taman Masjid

Taman itu terasa sejuk. Madrasah tempat Kak Agung Mengajar sudah tampak sepi, seperti biasa. Yang terlihat hanya beberapa anak paskibra yg sedang latihan di lapangan basket. Angin bertiup sepoi2 membelai rambut kami dgn cintanya yg meneduhkan. Menyejukkan hati yg sedang dilanda haru saat ini.

Ya, hari ini mungkin halaqah yg paling mengharukan dalam sejarah PITA. Betapa tidak, utk pertama kalinya PITA harus kehilangan dua anggota terbaiknya. Fazrin dan Anto, mutarabbi paling dicinta dan dibanggakan akh Agung

Mereka berdua hari ini pamit. Hari terakhir bersama keduanya sebelum menggapai surga. Perpisahan ini begitu mengharu biru. Berulang kali Wahyu  menyeka airmatanya.

“ana pasti merindukan antum” suara ringan khas Fazrin kini terasa berat…
“kami juga, akhi. Semoga berhasil menggapai ridha-Nya.”
“amien”
“amien”

Sepi,

Hening. . .

Menutup perpisahan ini, mereka menyenandungkan nasyid bersama utk terakhir kalinya, Selamat Tinggal Sahabat, dari Izzatul Islam.

Selamat tinggal sahabatku,
Ku kan pergi berjuang
Menegakkan cahaya Islam, jauh di negeri seberang..
Selamat tinggal sahabatku, ikhlaskanlah diriku..
Iringkanlah doa restumu,
Allah bersama selalu..

Ku berjanji dalam hati, utk segera kembali
Menjayakan negeri ini, dengan ridha Ilahi..
Kalaupun tak lagi jumpa, usahlah kau berduka
Semoga tunai cita-cita, raih gelar syuhada…


Dan, seribu doapun digelar. Kami semua tertunduk, hina dina dan lemah dihadapan Allah Penguasa segala. Jiwa2 kami sejuk dalam pelukan malaikat. Lisan gemetar mengaminkan do'a. Duhai Allah, karuniakanlah rahmat-Mu dalam perjuagan, kekalkanlah ukhuwah ini.. pertemukanlah kami kembali, di dunia, ataukah di surga-Mu kelak…”

Pelukan terakhir utk dua sahabat terbaikku, hangat. Tak ingin kulepas dekapmu ini.

"Akhi, istiqamahlah! "
“antum juga, akhi! Doakan ana menyusul!”
“Allahu Akbar! Alahu Akbar!!”

***

Begitulah, pekan demi pekan berikutnya, halaqah PITA berjalan tanpa Anto  dan Fazrin. Suasana halaqah terasa berbeda tanpa hadir mereka. Serasa ada yg hilang disini. Selalu ada butiran hangat yg mengalir dari mata ketika do'a dipanjatkan pada Rabb semesta. Selalu ada rindu yg membuncah pada dua sahabat mujahid kami. Selalu ada doa bagi mereka, agar berhasil dalam perjuangan. Ya, berhasil, itu yg mereka harapkan. Bukan menang. Karena menang belum tentu berhasil, begitupun sebaliknya.

“Allahumma unshur li ikhwanana almujahidiina fi Falesthin.. ya Allah, karuniakan pertolongan pd saudara2 kami di Palestina…”

***

18 September 2026, dua puluh tahun kemudian.

Wahyu meminta istrinya utk mempersiapkan segala perlengkapan da’wah dalam tas Eiger Day Packnya. Mushaf al-Quran saku, agenda da’wah, dsb. Hal serupa dilakukan Henry, Haidir, Yunus, Yusuf, Nashir, Eko 1, Eko 2 Ariep 1, Ariep 2, Wahyu, Sigit Coker Cogan, dll . Siang ini ada reuni istimewa di masjid madrasah. Pertemuan kembali PITA setelah lama tak kumpul bersama. Halaqah PITA memang sudah dipecah 18 tahun lalu. Tepat dua tahun pasca perpisahan waktu itu, 2006. Kini personilnya telah menjadi aktivis2 da’wah sesungguhnya. Henry menjabat Ustadz Kondang DKI. prestasinya di dunia dakwah tak diragukan lagi. Adit pakar public speaking, Yusuf sekretarisnya.  Nashir ketua Ormas Islam di Bogor, Haidir  Manajernya. Wahyu Penulis buku2 dakwah Handal. Eko Dua bahkan duduk sebagai ketua Fraksi di DPRD Kab.Buol. Sementara akh Agung, Mentor mereka dahulu, tetap berkonsentrasi di DPRa. Ngajar madrasah.

Barisan mobil berjajar di depan Madrasah, bonafide sekali madrasah kini. Beberapa orang memperhatikanku, mungkin mereka bertanya, siapa pria itu? Aku ingin jawab, aku Wahyu  santri di sini tahun 2003-2006. Ah sudahlah. Percuma. Sudah lama sekali. Eh itu ada PITA, subhanalah, berbeda sekali ya..

Masjid itu kini tampak berubah. Ia lebih besar dan ramai. Sebuah papan bertuliskan Islamic Center terpampang di pagar masjid. Santri generasi ini tampak semarak dan ramai. Mereka menjadikan masjid Rishol ini sebagai pusat dakwah. Melihat mereka mengingatkan kami waktu masih sekolah dulu. Waktu masih aktif di Lembaga Santri, waktu sibuk dari syuro ke syuro. Waktu kami malas2an pergi mabit karena dipaksa akh Agung Waktu latihan nasyid bersama. Wow, SBM Voice, kini tinggal legenda. Deretan piala perlombaan menerbangkan lamunan kami. Itu, piala waktu lomba di Sasana Ganesha Bandung. Berangkatnya kan pake mobil Bakat ya.. coba kalo SBM Voice masih eksis, mungkin sudah menghasilkan album kompilasi terbaiknya.. ck..ck..sekarang mah boro2, yg ada malah album komplikasi hasil rekaman di ruang teori lima sewaktu latihan dulu. Yg kalau si setel side A, maka side B nya rusak.. kalau si setel side B, side A nya rusak.. maklumlah..namanya juga album komplikasi!!

***

Henry, Haidir, Yunus, Yusuf, Nashir, Eko 1, Eko 2 Ariep 1, Ariep 2, Wahyu, Angga, Azzam, Fatah, Ansor, Ilham, irfan, Muflih, Nauval, Diaz, Suhud, Ridwan, Marwan, Hakim, Sigit Coker Cogan, dan Akh Agung, dan lain2 duduk membentuk halaqah di taman masjid Madrasah. Base camp kami 20 tahun yg lalu, waktu masih remaja. Suasananya dibuat seperti dulu. Ya Rabbi, betapa berjuta rindu ini… betapa bahagia berkumpul kembali…

“bagaimana aktivitas antum sekarang, Wahyu ?” Tanya akh Agung
“O, insya Allah lancar2 aja. Masih di DPD. Tapi pekan depan ane dikirim ke Jerman oleh perusahaan nih, Kak Agung” Jawab Wahyu  yg ternyata masih saja memanggil Akh Agung dgn sebutan ‘Kakak”.
“Keluarga antum ikut?”
“ya, istri dan anak ane juga ikut, disana insya Allah sekitar 2 tahun. Setelah itu baru kembali ke Indonesia. Ane sudah pamit ke jajaran qiyadah di DPD, sekaligus minta rekomendasi jaringan dakwah di Jerman.”
“wah subhanallah. Kapan berangkat?”
“insya Allah pekan depan. Doain ya. Semoga berkah..”

Obrolan demi obrolan mengalirkan derasnya kerinduan. Makanan kecil sudah hampir habis. Ariep terlihat membuka tasnya, lalu membagikan pada masing2 PITA, satu lembar fotokopian. Isinya.. puisi yg ditulis Anto , 20 tahun yg lalu…

Kodrat

Entah,
Siapa yg duduk di tempat ini
20 tahun yg lalu,
Sebagaimana aku duduk disini,
Sekarang ini.
Merekalah, masa lalu,
Yg tak kembali.

Entah,
Siapa yg duduk di tempat ini,
20 tahun mendatang,
Sebagaimana aku duduk disini,
Sekarang ini.
Akulah, masalalu.
Bagi mereka…
(Taman Masjid Madrasah, liqo PITA tercinta, 6 Januari 2006)


Anto , Fazrin, bagaimana keadaanmu kini? Kabar terakhir dari kalian kami terima 15 tahun lalu. Sudah lama sekali…

***

Munich, German, 05 November 2026

Masjid al-Hijri yg terletak di pusat kota Munich itu berdiri kokoh. Arsitektur serta ornament kaligrafi khas Eropa yang terukir pada tiang2 masjid mencitrakan nuansa khas “Islam Eropa.” Khat kaligrafi pada pintunya yg berukuran besar itu memanjakan setiap mata yg memandangnya, menawan.

Cukup ramai warga Muslim di kota ini. Kebanyakan berasal dari Pakistan dan Afrika Utara. Disini mereka mendirikan organisasi “keluarga Muslim Munich” yg bergerak dalam da’wah Islam, terutama memperkenalkan Islam dalam sudut pandang yg benar kepada orang2 barat. Anggotanya sekitar 120 orang, mereka rutin mengikuti kajian Islam Sabtu Malam dibawah bimbingan al-Ustadz ‘Abd al-‘Aziz el-Maghriby. Seorang 'alim besar imigran dari Maroko. Imam besar masjid al-Hijri sekaligus pendiri Keluarga Muslim Munich. Satu bulan mengawali tinggalnya di Jerman, Wahyu  bergabung dgn komunitas ini.

Hei, siapakah itu, laki2 yg duduk di barisan depan? Subhanallah, Anto  kah? Wahyu  menatapnya lekat. Tak salah lagi.
Ba’da ta’lim Wahyu  mendekatinya dgn senyum terkembang. Laki2 berperawakan gemuk itu tercekat. Lalu segela memeluknya, erat!!

“Anto …”
“Wahyu …”

Sunyi…hening

Rabbi, ada berjuta rindu disini, ada beribu haru dalam qalbu. Akhi, 20 tahun sudah tak jumpa. Bukan waktu yg singkat bagi kita. Apa kabar akhi? Apa kabar? Ana rindu..rindu sekali….

Anto  mengajak Wahyu  berkunjung ke rumahnya yg terletak di samping masjid. Rumah yg setiap hari Wahyu  lewati. Kenapa baru ketemu Anto  sekarang? Batinnya. Rumah yg mungil dan bersih. Seorang remaja menyediakan minum, budaya yg sangat timur.

“Itu anak ane. Namanya persis nama antum, Wahyu Noviandisah”

Wahyu  tersenyum mendengarnya. Sebegitu rindukah engkau padaku hingga anak pun kau namai seperti namaku? Nama yg sangat Indonesia, tak lazim di Jerman maupun Palestina.

“lalu, gimana antum bisa sampe sini, To?”

“Begini,” Anto  memulai ceritanya dengan bahasa indonesia yg masih cukup baik.

“setelah kemenangan kaum Muslimin atas Israel lima tahun lalu. Ane diajak teman utk tinggal disini. Beliau adalah putra imam Masjid al-Hijri, yg menyediakan rumah ini utk tinggal ane dan keluarga. beliau pula yg mengurus segala keperluan perpindahan kewarganegaraan ane.”

“oo…” Wahyu  memajukan mulutnya, sesekali diminumnya kopi hangat dalam cangkir bertuliskan Stop War itu.

“lalu, gimana kabar Fazrin?”

Ditanya ttg Fazrin, Anto  terdiam sesaat. Ia sudah menduga pertanyaan ini akan keluar juga. Matanya terlihat berkaca2. Wahyu  memperhatikan dgn seksama. perasaannya tak menentu, tak sabar ingin mendengar kabar ttg Fazrin. Mantan Mas’ul halaqahnya dulu.

“Fazrin Syahid 15 tahun yg lalu. Ia tertembak dalam sebuah penyerangan ke pos persenjataan Israel. Sejak saat itulah ane tak memberi kabar lagi ke Indonesia. Ane tidak kuat menulisnya. Oh iya, ane sempat diberikan sebuah buku dari sahabat karibnya di Jenin. Ia mengutip pesan Fazrin agar buku tersebut diberikan ke ane apabila ia telah menemui syahid. Sebentar, ane ambil dulu”

Anto  masuk ke kamarnya. Tak lama kemudian kembali dgn sebuah buku yg disimpannya rapi dalam plastik.
“ane terus menyimpan buku ini. Berharap suatu saat dapat memperlihatkannya ke antum di Indonesia. Coba antum baca. Ane sudah terlalu sering mmebacanya ketika ane merasa lemah dalam da’wah.”

Perlahan Wahyu  membuka buku tulis itu, isinya catatan harian.

Hal.12
20 Agustus 2011
Masih ingat kan pekan lalu? Ketika anjing2 israel melakukan show of force mengelilingi masjid al-Aqsha? Entah sampai kapan kezaliman ini terus terjadi. Peristiwa ini memancing demonstrasi di seluruh dunia Islam. Iran, Suriah, Pakistan, Indonesia. Indonesia!… negeri tercinta.. ana melihat barisan ikhwah dalam long march yg amat panjang. Subhanallah, ya. Solidaritas mereka begitu besar. Ana dan para ikhwan disini, Eqbal, Nadwi, Farhat, sampai merinding melihatnya. Akh Anto  melihat mereka juga ga ya? semoga beliau tetap dlm Rahmat Allah.

Yg luar biasa, ana lihat di tv itu, Yunus dan Diaz sedang orasi di atas mobil sound. Subhanallah PITA, udah lima tahun ga ketemu.. masih inget ga ya mereka sama ana?

Besok ba’da shubuh ana ditugaskan oleh batalyon Izzuddin al-Qassam utk menyerang pos persenjataan Israel. Bismillah, moga2 berhasil lagi ya.. kapan ya ana mendapatkan syahid seperti Fathi Farhat dan Yahya Ayyash? Ana pengin syahid nih…

***

“Yu, bangun Yu.. Ashar neeh.. Liqo koq malah tidur. Mangkenye kalo nongton teve jangan semaleman. Ketiduran deh jadinya.” Teguran Fazrin membuyarkan mimpi Wahyu .

Eh, jam berapa nih? Setengah empat..ya ampun! Koq bisa ketiduran yak??

“Fazrin!” terburu2 Wahyu  memeluknya. “ane kangen banget sama antum. Pokoknya ga bakal dilepasin…”

“eh..eh..apa-apaan sih? Lepasin, Wahyu e..lepasin. belun wudhu neeh.. ntar ketinggalan jama’ah lagi..”

***


"Dan janganlah kamu mengira bahwa yg gugur dijalan Allah itu mati. Sebenarnya mereka tetap hidup disisi Tuhan mereka dan mendapat rizki. Mereka bergembira dgn karunia yg diberikan Allah kpd mereka, dan bergirang hati terhadap orang2 yg masih tingal di belakang yg belum menyusul mereka. Tidak ada rasa takut pada mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati.” (QS.3:169-170)



@mistersigit
PITA, Komunitas Independen
Jumat pertama 2015

Belajar dari Piyungan




Menurut laman wikipedia, Piyungan adalah nama sebuah kecamatan di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Letaknya berbatasan antara tiga wilayah Kabupaten di provinsi dengan destinasi wisata yang tak habis dikeliling dalam satu minggu itu, yaitu Kabupaten Bantul dan Sleman, serta Bantul dan Gunung Kidul.


Berada di letak yang strategis karena dilalui Jalan Yogyakarta–Wonosari, sektor ekonomi Kecamatan Piyungan relatif maju. Karena daerah ini memiliki tanah yang relatif subur, sebagian besar penduduk Piyungan adalah petani. Menariknya, sekalipun sebagian besar penduduknya petani, Kecamatan Piyungan boleh disebut unggul dalam hal teknologi informasi. Sebagai contoh, Agustus lalu, Kantor Urusan Agama (KUA) Kec.Piyungan mendapat penghargaan sebagai KUA teladan tingkat Nasional dari Kementerian Agama Pusat, salah satunya adalah karena pelayanan pendaftaran nikah secara online di KUA Piyungan berada di posisi nomor satu dibanding KUA lain se-Indonesia. Pendaftaran nikah secara online menunjukkan bahwa penduduk di daerah tersebut merupakan penduduk yang “melek IT”. Di kecamatan Anda, apakah sudah ada pendaftaran nikah secara online?


Di kecamatan Piyungan pula, ada sebuah situs paling moncer di kalangan kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yakni www.pkspiyungan.org, atau kita sebut Piyungan Online. Demikian populernya, berdasarkan data alexa rank, web traffic Piyungan Online jauh lebih tinggi daripada web resmi PKS sendiri. Piyungan Online memang beruntung memanfaatkan basis massa PKS sebagai segmen utama pembacanya. Piyungan paham betul bahwa kader-kader PKS adalah segmen masyarakat yang melek IT dan sadar teknologi. Dengan memberitakan hal apapun berkaitan dengan PKS di media online (daring), rating website akan tinggi, sebab kader PKS relatif memiliki sense of belonging lebih tinggi ketimbang kader partai lain terhadap partainya. Lihat bagaimana pembelaan kader-kader PKS terhadap isu yang menimpa partainya di sosial media, militansi kader PKS bukan lagi rahasia.


Kontroversi

Namun demikian, dua hari belakangan lini masa kita diramaikan dengan kekecewaan kader PKS terhadap Piyungan Online. Pasalnya, Situs berita tersebut telah memuat kabar bohong mengenai seorang tokoh yang sangat dihormati di PKS, disegani oleh lawan politik dan dihormati oleh kader partai dakwah itu, yakni Ustadz Hidayat Nurwahid (HNW). Screen Capture dari akun facebook bernama Oky Rachmatullah menyebar secara massif di sosial media menujukkan SMS bantahan doktor jebolan Universitas Islam Madinah itu atas berita di Piyungan Onlline yang menyebut HNW membolehkan ucapkan selamat Natal (saya tak ingin masuk ke ranah itu, cukup bagi kita untuk saling hormati perbedaan pandangan mengenai hal tersebut). Dalam SMSnya, anggota Majelis Syuro PKS itu mengatakan, “Saya tak pernah diwawancarai atau ditabayyuni oleh piyungan on lie tsb. Saya hanya sekali menerima wawancara ttg ini dari Detikcom kemaren. Dan Detikcom tak pernah membuat judul spt itu. Tafadhdhal rujuk detikcom kemaren. Aneh kok piyungan online yang dulunya pks piyungan online bisa begitu ringan tanpa tabayyun menyiarkan berita bohong!” (kalimat ‘Piyungan on lie’ dan penggunaan tanda seru, sesuai dengan teks aslinya).


Tentu saja kabar ini menjadi hangat di kalangan kader. Bukan karena perkara boleh atau tidaknya ucapkan selamat Natal yang memang asatidz PKS tidak sepemandangan tentang itu, namun lebih pada meragukan kredibilitas Piyungan online sebagai media rujukan.
Piyungan bukan media resmi DPP PKS, ia adalah website pribadi yang dikelola mandiri. Selain –barangkali- dimaksudkan sebagai media propaganda, Portal tersebut sebetulnya meraup keuntungan dengan melakukan segmentasi pada kader PKS yang dikenal loyal. Ini tak jadi soal selama berita yang disampaikan valid dan bisa dipertanggungjawabkan. Akan tetapi keraguan terhadap berita lain di Piyungan menjadi tak terelakan ketika logika kita mengatakan, “jangan-jangan dalam menyajikan berita lain pun, Piyungan Online menggunkan cara-cara serupa”.


Kerinduan para aktivis Islam akan adanya media alternatif sebagai penyeimbang berita dari portal sekuler adalah realita. Itu sebabnya situs-situs berita Islam tumbuh bak jamur di musim penghujan. Namun apa jadinya jika media alternatif itu justru mengambil rujukan dari website sekuler? Lalu apa bedanya?


Sebetulnya, ini bukan kali pertama Piyungan Online blunder dalam berita. Beberapa waktu lalu, Piyungan turut berkontribusi atas dibully-nya Sekjen DPP PKS Taufik Ridha atas isu Roro Jonggrang dan Gunung Tangkuban Perahu yang sempat menjadi Trending Topic di lini masa Twitter dan dimuat di media cetak. Piyungan mengklaim mengutip dari website resmi PKS. Namun anehnya, ketika website resmi PKS telah menghapus berita tersebut, Piyungan mempertahankannya dan justru menambah kalimat di akhir berita seakan ingin berlepas diri dari sumber berita. Kalimat tersebut sbb:


“berita di situs DPP PKS diatas sudah dihapus, judul berita “Timses Prabowo-Hatta: Kumpulkan Bukti Gugatan Pilpres Tidak Seperti Roro Jongrang”. Belum ada informasi alasan penghapusan berita tersebut dan kami belum dapat informasi apakah ada ralat/permintaan maaf atas kesalahan berita tersebut dari pengelola situs DPP PKS”
Piyungan online memuat berita heboh sehingga Sekjen PKS menjadi bahan olok-olokan di dunia maya, kemudian selepas itu membuat disclaimer dengan menaruh kesalahan pada website resmi DPP PKS. Sederhananya Piyungan ingin sampaikan pesan “ini bukan karena kami”. Begitu mudahnya.


Jurnalisme ala kadarnya versi Piyungan ini sebetulnya patut dikritik, karena berita yang ada di piyungan online memang kerap hanya melakukan copy paste dari media daring lain, padahal media lain membuat berita menggunakan sumberdaya, menggaji wartawannya.
Piyungan Online acap menerima kritikan, bahkan informasi yang penulis ketahui dari sumber yang valid, website tersebut pernah mendapat teguran dari DPP PKS di Jakarta, karena memang model pemberitaannya tidak melulu sejalan dengan arah kebijakan DPP PKS. Nampaknya itu alasan mengapa akun twitter Piyungan berubah dari @pkspiyungan menjadi @maspiyungan, melepas predikat ke-PKS-annya.


Akun Twitter PKS Piyungan juga pernah menyampaikan curhatnya secara terbuka, dalam kicauannya: @maspiyungan “btw, gw difollow Gerindra tapi enggak sama PKS J” Anda boleh tahu apa sebab DPP PKS tidak mem-follow @maspiyungan padahal Piyungan sangat populer.


Kekecewaan kader PKS dua hari ini terhadap piyungan online nampak meluas di Whatsapp, twitter dan facebook, sebagian bahkan membuat tagar #kaderPKSboikotPiyungan sebagian lain meminta berhati-hati jika melakukan share atas berita situs tersebut. Selain itu, berita mengenai hal ini juga muncul di pasberita dan berita 3 jambi.



Pelajaran

Hari ini kita berada dalam sebuah masa dimana ribuan informasi berseliweran liar lewat berbagai media. Dalam kondisi overloaded informasi ini, bukan hanya melek media, pembaca dituntut memiliki sifat “kritis media”. Memilah mana media yang bisa menjadi rujukan dan mana yang tidak. Tidak mesti, pemberitaan yang terkesan membela Islam benar-benar membela sesuai dengan data dan fakta empiris, pembaca yang dituntut untuk pandai memilah.


Kita berharap, media dakwah, apapun alamatnya, yang menjamur belakangan ini tidak jatuh ke dalam pragmatisme pasar. Hanya demi meraup visitor tinggi kemudian membuat headline sensasional untuk kemudian memuat klarifikasi belakangan. Kebenaran perlu disampaikan dengan cara yang benar, nampaknya perlu kesadaran bahwa penyebar berita bohong adalah salahsatu sifat orang fasik.


Media dakwah perlu tetap membela kebenaran dengan cara yang benar, tidak mencampurnya dengan kepalsuan. Agar kebenaran menjadi terang seterang mentari, tidak ada keraguan dan tidak menggelisahkan. Media dakwah yang sensasional, atau fanspage yang melulu mencela seseorang tanpa henti, perlu berbenah untuk mengembalikan citra dakwah yang pada beberapa hal kini nampak negatif.


Dalam kasus Piyungan Online, dilihat dari sudut marketing, sungguhpun ia adalah web pribadi, ia punya potensi besar sebagai pengawal dan penyeimbang berita-berita liar di luar sana. Piyungan Online jangan ikut-ikutan liar. Kesalahan kemarin tentulah wajar bagi mereka yang bekerja. Yang tidak bekerjalah yang tidak pernah melakukan kesalahan, karena memang tidak mengerjakan apa-apa.


Media sekuler dan asing telah melakukan kedustaan secara sistematis untuk memengaruhi persepsi publik dunia (Jerry d.Grey: 2006), media dakwah perlu meluruskannya dengan kejujuran, tidak pragmatis, bukan dengan melakukan hal serupa, agar tidak jatuh dan memberitakan apa yang disebut oleh Adian Husaini sebagai fakta semu (Adian Husaini: 2002).


Media dakwah semestinya mengedepankan etika “jurnalisme profetik”, sebuah model jurnalistik yang bersandar pada nilai-nilai kenabian: shiddiq (akurat), fathanah (cerdas dan mencerdaskan), amanah (profesional) dan tabligh (menarik).
Menarik apa yang dikicaukan akun @mbapiyungan sebagai berikut: “Kangen Mas ku yang seperti Dulu”. Jika ada Mbak Piyungan, tentu Anda tahu siapa Mas yang dimaksud. (usb/dakwatuna)



dimuat di: http://www.dakwatuna.com/2014/12/26/61945/ketika-piyungan-mengejar-sensasi/#ixzz3NcwRC2K4 
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook