Jumat, 09 Januari 2015

Cerita PITA Part III: "Mengharu Biru"






Arief menarik nafas dalam-dalam, lalu membuangnya, berat. Sudah kali keempat ia melihat Rudi, teman sekelas di kampusnya, membagikan brosur “Rahasia Jalan ke Surga”. Isi brosur itu membuatnya sangat gelisah, karena secara tersembunyi di dalam bulletin tersebut terdapat ajakan ke dalam agama Kristen. Dikutip pula beberapa ayat al-Quran yg dicomot serampangan utk melegitimasi “kebenaran” agama para missionaries  itu. Ini pasti bagian dari kristenisasi! Geramnya dalam hati.

Setelah diskusi kecil dengan kru PITA bada Zhuhur di basecamp tadi siang, Arief and the gank bersepakat utk mendiskusikan masalah ini lebih jauh kepada Ustadz mereka, (kita sambiiiitt…) kak Aguuung  (hore..hore.. tepuk tangan :p)
***


Pengajian hari ini lain dari biasanya. Gemuruh angin disertai hujan lebat seolah membasahi seluruh Ibu Kota hingga ke pelosoknya. Butiran kristal2 cair itu terjun bebas tanpa ampun. Seakan diantara mereka terdapat panglima perang yg berkata: “Serrraaaang Jakartaaa!!! Tak akan kami biarkan satu jengkal tanah pun melainkan kami akan membasahinya dengan tubuh yang kami persembahkan ini!! Serrraaangg!!!

Ck.ck.. imajinasi yang betul2 heroik… (dan memprihatinkan….)

Arief dengan mimik wajah serius menyodorkan bulletin propaganda itu kepada sang ustadz.

“ini masalah serius, untuk urusan akidah kita tidak boleh bermain2!” tegas Agung  membuat PITA  kompak mengepalkan tangannya. “tapi pendekatannya harus dengan cara yang ahsan. Gimana neh ada ide?” lho koq ust.Agung  malah balik nanya sih? 

Seperti biasa, Nashir  ngasih usul yg brilian (ngok), “Mmm..gini aja, dua pekan lagi khan kita mo camping, kita ajak aja Rudi utk anter kita pake mobilnya. Nanti disana kita diskusi utk klarifikasi lebih jauh.”

Wahyu                    : “I’m agree with u, disana langsung aja kita sidang!!”
Henry                      : “kita keprett!”
Anto                        : “tampoll!
Adit                         : “cipoll!”
Haidir                   : “Buang ke Jurang! Mobilnya kita jual! Uangnya utk kas PITA” <<-- et dah!
PITA  ngasih ide serem2 banget..layaknya penjahat kelas teri…

Sigit Coker Cogan  : “ehm..! akhi, tidak boleh begitu, akhii. Sebaiknya kita kasih tausiyah. (bijaksana sekali yg namanya Sigit Coker Cogan. khkhkhkh..)

***

“Bisa nggak?” 
“berapa hari sih campingnya?”
“Cuma satu malem”
“ya udah, ntar aku anter”
Mudah sekali. Rudi bersedia nganter PITA  camping. Hebat juga lobby Arief, atau jangan2… Rudi punya rencana lain?
***

Cornellius Rudi Sulistyo mempersiapkan ranselnya. Buku harian, kamera SLR, kaos olahraga, dan satu pack Gerry Salut kesukaannya. Yup! Beres semua. Oh ya, al-Kitab pemberian Sinta yg paling dicintainya. Sesuai anjuran mama yg pemimpin lagu rohani di gereja Cibinong itu, dengan membawa Bible ia akan merasa lebih tenang. “semoga aku dapat mengajak Arief dan anak2 PITA itu utk menjadi ‘anak-anak tuhan’ amen.” Batinnya.

“Ok, semua dah beres.” Rudi meletakkan ransel Boogie itu dalam Innova-nya. Cukup luas utk sekedar anak PITA yang badannya semua ideal dan tak ada satu pun yang gendut.

“Aku berangkat, ma” pamitnya sambil mencium pipi ibunya, manja.
“Dah sayang, hati2 ya…”
“Dah mama..”

Rudi berangkat dengan semangat. Diulang2nya materi diskusi yg sudah dipersiapkannya semalam utk debat teologis dengan anak2 PITA, juga dengan guru ngaji mereka itu. Mobil itu melaju pelan, “Tuhan, Engkau selalu dalam langkahku. Pujian bagi-Mu”
***

Awalnya gerombolan PITA bingung mau ngadain acara camping dimana.  Selama ini semua agenda2 PITA ga pernah ada yang batal. semua selalu sesuai rencana (wakwaww). Sebagian besar komplotan PITA penginnya ke negara asal masing-masing. Maklum mereka adalah imigran2 luar negeri yang tersesat di Indonesia. Adityo pengen ke Burkina Faso, Marwan dan Muflih ke Samoa, Yunus ke Burundi, Ansor ke Zambia, Yusuf ke Vanuatu, Hakim ke Latvia, Azam ke Samoabisau, Suhud ke Tuvalu, Ucok  ke Zaire, dan Sigit ke Swiss :))

Fatah usul ke Semak Daun, Asep ke Bekasi, Diaz usul ke Baduy Dalam, Angga dan Ilham mengusulkan ke Bali, Fazrin dan Irvan pengen ke Raja Ampat, Bakat dan Ilham Usul ke Bunaken.

Tapi, akhirnya Innova itu pun memasuki gerbang gunung pancar, Babakan Madang, Sentul, Bogor.
Tak ada yg istimewa sepanjang perjalanan. Hanya saja noraknya Wahyu yg selalu kasih komentar ttg segala yg dia lihat, tak tampak lagi disini.(sodara2, ini betul2 istimewa. Wahyu tak tampak norak.. amat istimewa!!!)

Gunung pancar, masih seperti dulu, barisan pohon pinus berdiri kokoh menjulang menggelitiki langit. Pemandangan yg indah. PITA kini terbiasa berdoa bila berhadapan dgn pesona alam. Bahkan Arief sempat memejamkan matanya perlahan, “Rabbana maa khalaqTa hadza bathila, subhanaKa faqina ‘adzabannar..” Duhai Rabb kami, tiadalah Engkau ciptakan ini sia2 belaka.. Maha Suci Engkau, maka jauhkanlah kami dari siksa neraka…

Acara2 demi acara terangkai. Pasak bumi, latihan grup nasyid NSB (Nasyid Shoutul B*****), pengajian plus tafakkur alam, ratiban.. mandi sore.. ahh segarnya.. sore2 gini duduk2 melihat sunset yg berkilauan merah tembaga di ufuk barat. Burung2 pipit, terbanglah menjauh.kabarkan pada awan, cerita ini.. kata Ebiet G. Ade. Indahnya duduk di bawah pu-un sambil ngupi dan makan pisang gureng.. begitu istimewa.. Alhamdulillah ya Allah..  camera siap menge-shoot gambar2 nan emejing ini..

Ba'da maghrib Rudi udah menyiapkan bahan disuksi dengan kak Agung . Aku pasti bisa mengajak mereka semua ke jalan tuhan. Mereka sangat potensial.. Jiwa missionarisnya meletup2. Dilihatnya PITA  tampak sedang ngobrol2 ringan. Sedang bercanda bersama di samping pos ronda..(pake nada koesploes). Dan seperti biasa, tak boleh dilupakan—sekali lagi tak boleh dilupakan—ngocol, pura2 pinter, kusud, dan songong.. ketawa ga jelas kayak orang ga punya duit..

Namun tidak bagi Arief, dengan ketajaman nalurinya, ia menangkap sesuatu yg tidak biasa dari temannya itu. Arief menghampiri Rudi, lalu duduk mendekat. Dimulailah diskusi itu…

Rudi (selanjutnya disingkat ‘R’) : “kamu sudah baca brosur dariku belum?”

Arief (selanjutnya agar supaya lebih mudah untuk dipahami dan dimengerti, kita juga akan menyingkat daripada namanya agar tidak menghabiskan halaman cerita ini dan tidak bertele-tele. Maka nama daripada Bung Arief akan kita singkat saja agar lebih mudah dimengerti dan dipahami menjadi, ‘NN’ ): “sudah, tapi aku ingin menanyakan sesuatu padamu”

R            : “silahkan” Rudi antusias karena mendapatkan starting point bagi missinya.

NN         : “kenapa dalam brosur yg kamu sebarkan itu bertebaran ayat2 al-Qur’an untuk melegitimasi kebenaran argumentasimu? Apakah tidak cukup penulis brosur itu mengeksplorasi dan mengelaborasi lebih spesifik dengan mengartikulasikan interpretasi2 yg valid dalam Bible saja tanpa membawa2 al-Quran? Pertanyaan Arief begitu intelektual. Sarat dgn bahasa2 langit, macam pengamat politik di TVOne (TV sebelah sorry ya. Udah gw hapus channel-nya bhahaha). Demi mendengarnya, semua kru PITA  terkesima sampe ngiler ketiduran.

R               : “ini utk menguatkan argumentasi kami. Bahwa ternyata al-Quran pun membenarkan agama kami”
NN         : “kenapa utk membenarkan agama kamu, kamu menggunakan dalil dari ayat2 al-Quran? Bukankah al-Quran itu (sebagaimana pemahamanmu) hanya karangan Muhammad saja?

R             : “ya. bagi saya Qur’an itu hanyalah karangan Muhammad.”
NN         : “kalau geitu, berarti tak perlu menggunakan dalil dari Quran dund.. apa gunanya? khan tidak ada given authority-nya kalo gitu.. buat apa berdalil dgn sesuatu yg hanya karangan manusia biasa? Hanya karangan manusia pendusta. Kecuali kalau kamu percaya bahwa Quran itu wahyu Tuhan.”

R               : ‘euh.. maksud saya, saya percaya kalau Quran itu wahyu Tuhan..jadi Quran pun membenarkan agama kami”
NN         : “kalau kamu percaya, berarti kamu harus mengakui kalau Muhammad itu adalah Rasul Tuhan. Karena tidak mungkin Tuhan menurunkan wahyu kecuali pada para utusan-Nya, bukan?

R             : “ya, ya. saya percaya” Rudi mulai grogi diserang oleh Arief seperti itu.
NN         : “kalau begitu, kamu juga harus percaya bahwa Allah itu Maha Esa sebagaimana diucapkan Nabi Muhammad.  Karena tak mungkin Nabi berbohong, dan Tak mungkin Tuhan mengutus Nabi-Nya dari kalangan pembohong.”

R             : “euh.. saya bingung…” Rudi tak habis pikir, persiapan diskusinya selama satu minggu dipatahkan Arief hanya dalam beberapa kalimat saja.. dan itu  justru disebabkan kutipan ayat2 Quran yg sebetulnya bertujuan utk menguatkan dalil mereka.

Sejurus kemudian, Ariefmeminta Rudi membuka Perjanjian Lama, Kitab Kejadian mulai dari pasal I:

Tertulislah disitu kalimat2 tentang awal mula penciptaan alam semesta versi Bible: 

Kejadian Awal Mula Alam Semesta

1:1 Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.

1:2 Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.

1:3 Berfirmanlah Allah: “Jadilah terang.” Lalu terang itu jadi.
1:4 Allah melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari gelap.
1:5 Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama.


1:6 Berfirmanlah Allah: “Jadilah cakrawala di tengah segala air untuk memisahkan air dari air.”
1:7 Maka Allah menjadikan cakrawala dan Ia memisahkan air yang ada di bawah cakrawala itu dari air yang ada di atasnya. Dan jadilah demikian.

1:8 Lalu Allah menamai cakrawala itu langit. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari kedua.


1:9 Berfirmanlah Allah: “Hendaklah segala air yang di bawah langit berkumpul pada satu tempat, sehingga kelihatan yang kering.” Dan jadilah demikian.

1:10 Lalu Allah menamai yang kering itu darat, dan kumpulan air itu dinamai-Nya laut. Allah melihat bahwa semuanya itu baik.

1:11 Berfirmanlah Allah: “Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon buah-buahan yang menghasilkan buah yang berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi.” Dan jadilah demikian.

1:12 Tanah itu menumbuhkan tunas-tunas muda, segala jenis tumbuh-tumbuhan yang berbiji dan segala jenis pohon-pohonan yang menghasilkan buah yang berbiji. Allah melihat bahwa semuanya itu baik.
1:13 Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari ketiga.


1:14 Berfirmanlah Allah: “Jadilah benda-benda penerang pada cakrawala untuk memisahkan siang dari malam. Biarlah benda-benda penerang itu menjadi tanda yang menunjukkan masa-masa yang tetap dan hari-hari dan tahun-tahun,
1:15 dan sebagai penerang pada cakrawala biarlah benda-benda itu menerangi bumi.” Dan jadilah demikian.




1:16 Maka Allah menjadikan KEDUA BENDA PENERANG YANG BESAR ITU, YAKNI YANG LEBIH BESAR UNTUK MENGUASAI SIANG DAN YANG LEBIH KECIL UNTUK MENGUASAI MALAM, dan menjadikan juga bintang-bintang.

1:17 Allah menaruh semuanya itu di cakrawala untuk menerangi bumi,
1:18 dan untuk menguasai siang dan malam, dan untuk memisahkan terang dari gelap. Allah melihat bahwa semuanya itu baik.
1:19 Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keempat.




Lalu Arief bertanya telak: Bagaimana logikanya matahari diciptakan pada hari keempat? Lalu apa yang dimaksud dengan “jadilah petang jadilah pagi” di hari pertama hingga ketiga jika mataharinya saja baru diciptakan pada hari keempat? Bukankah petang dan pagi itu adalah saat dimana matahari tenggelam dan terbit? apa maksudnya petang dan pagi? 

Apakah kamu masih yakin kalimat keliru semacam ini adalah firman dari Tuhan?

Rudi tertunduk lemas. Kegelisahan hati bertahun lamanya semakin memuncak. Ia menarik nafas.

Menutup diskusi, Arief merekomendasikan beberapa ayat dalam al-Quran utk dibaca Rudi sebelum tidur.

Rudi gemetar membaca ayat yg satu ini, ayat yg menentramkan jiwanya yang selalu dihantui kegelisahan.

“Katakanlah, Dialah Allah Yang Maha Esa. Dia tempat bergantung segala sesuatu. Tidak beranak dan tidak pula diperanakan. Dan tak ada satupun yang setara dengan Dia.”

Rudi mengantuk, lalu tertidur, namun dalam telinganya masih terngiang ucapan Arief, “kalau Yesus itu tuhan, mengapa ia menyembah tuhan?” sebuah pertanyaan sederhana yang menggelisahkan…
***

Pukul 03.05 hawa dingin menusuk tulang

Rudi terpaksa harus bangun di pagi buta seperti ini. Isakan tangis PITA  menghalangi matanya utk lelap. Dikuceknya kedua mata yg terasa berat itu, lalu dgn penasaran ia melongok keluar tenda, sedang apa mereka di pagi buta seperti ini?

Dilihatnya dua barisan berdiri tegak menghadap barat. Nauval, calon Mahasiswa Universitas Islam Madinah itu menjadi imam mereka, sebuah pemandangan yg memikat hati Rudi. PITA  khidmat bermunajat pada Tuhannya, dalam selimut gelap malam dan hembusan dingin udara. Didengarnya kembali isakan tangis yg tadi mengganggu tidurnya, kini terasa begitu memilukan.. seolah tangisan hakiki yg keluar dari hati yg ingin suci. Disini, ia melihat sosok2 yg sedang merintih memohon ampunan dosa, linangan airmata membasahi pipi mereka, layaknya mata air yg memancar dari kedua mata yg takut dan tunduk pada keagungan dan ke-Maha-an Tuhan.

Sujud panjang mereka, pasrah. Begitu syahdu.

Pernahkah aku menghadap Tuhan sedemikian rupa? Rudi merinding. Tiba2 ia rasakan dirinya terhempas dan lemah.. lalu ia menangis sesenggukan.. batinnya berguncang hebat,, inikah hidayah itu..? o, Tuhan, tunjukan padaku kebenaran-Mu… doa tersyahdu yg pernah ia panjatkan seumur hidupnya…

Memang, jauh di lubuk hatinya, sudah bertahun-tahun ia menyembunyikan kegelisahan spiritual yang mendalam… oleh karena itulah ia berupaya menjadi missionaries untuk menghilangkan kegelisahan itu..
***

Pukul 07.30 cerah
“Rief, aku ingin masuk Islam.”
Arief terlihat tenang. Basuhan air wudhu untuk Dhuha-nya masih tampak. Lalu ia terseyum lebar, khas Arief. “Alhamdulillah, ayo kita ke Akh Agung ”
“hei, PITA, kumpul! Ada berita indah hari ini”

“Masuk Islam itu mudah, namun menjadi seorang Muslim itu tidak semudah yg kita bayangkan. Ada konsekuensi yg harus dijalani seseorang sebagai Muslim. Sholat lima kali sehari, puasa selama satu Bulan Ramadhan, memilah makanan antara yg halal dan haram, dsb.”

Demikian taushiyyah menjelang prosesi pagi itu..

“Saya sudah siap. Apapun resiko yg akan saya hadapi.” Tegasnya mantap. Tantangan terberat bagi Rudi tentu keluarganya. Bagaimana tidak, ibunya pemimpin lagu rohani di Gereja, dua orang kakaknya semua menjadi pastor. Ayahnya sendiri seorang missionaries. Mereka pasti marah besar seandainya mendengar ia memeluk Islam. Namun Allah lebih kucinta. Ia menarik nafas pelan, lalu membuangnya berat.

“Bertekadlah dengan matang, Rudi.” Fazrin  mencengkeram tangan Rudi utk menguatkan hati.
***

Pukul 10.05 Cerah
Rudi merasa semakin mantap. Duduk diantara pengajian anak2 PITA  ia merasa sejuk. Tiba2 dadanya terasa amat lapang. Matanya terasa segar. Begitu bahagianya, rasanya ia ingin melompat2 utk mengekspresikan keceriaan hatinya.

Semilir angin Gunung Pancar berhembus perlahan. Cerahnya mentari pagi ini seakan mewakili hati Rudi, hangat. Langit yg membiru, nyanyian beburung diantara rindang pohon pinus dan semak belukar. Hamparan pesawahan dalam pandangan mata begitu menakjubkan..

Ust.Agung memulai prosesi, “ikhwati, antum menjadi saksi atas kesaksian saudara baru kita ini. Saksikanlah.” PITA mendengarkan dgn seksama nasihat Kak Agung . Sangat serius..

Agung  membimbing Rudi mengucapkan dua kalimat syahadat, pelan dan tenang. Rudi mengikuti dengan khidmat, kepalanya tertunduk seolah terasa berat.. matanya basah…

“Asyhadu an laa ilaaha illaLlah, wa asyhadu anna Muhammadan RasululLah..aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah.. dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad itu adalah utusan Allah..”

Perlahan Rudi mengikuti ucapan itu, ia menangis dengan air mata yg menyejukan..ia tertunduk..hatinya terasa sejuk.. PITA menghampirinya, namun ditahan oleh ust. Agung  dengan isyarat tangannya. “Saudaraku, selamat datang dalam barisan kaum Muslimin. Kaum yg tidak ada keraguan dalam agamanya, dan dijanjikan Surga oleh Allah.”

Rudi semakin menunduk, lalu menarik nafas, mengehembuskannya, pelan. Arief mendekat, lalu mendekapnya erat. Ia menangis, tak membayangkan sebelumnya bahwa teman lamanya itu akhirnya menjadi seorang Muslim. Benarlah firman Allah.. “barangsiapa diberi-Nya petunjuk, niscaya tak ada yg bias menyesatkannya.”

“Rief, kamu harus bimbing aku, ya!”
“Brebes.. eh beres.. he..he..*^7*&*5)4*%49-09LOIhoUP9n" tawa ga jelas khas Arief.

Satu2 PITA  memeluk Rudi. Begitu mengharukan, menyalaminya, dan memberikan senyuman terbaik bagi saudara baru mereka. Selamat bergabung, Rudi.
***

Jam 11.00
Siap2 pulang, Rudi menyalakan mobilnya dengan tenang. Belum pernah ia merasakan ketentraman hati seperti ini sebelumnya. Sekali lagi, rasanya ingin ia melompat2 utk mengekspresikan kebahagiaan jiwanya. Lalu mengatakan pada setiap orang yg ditemuinya, “Saya Muslim, saya Muslim!” bahagia sekali.

PITA  tentu tak menyangka bahwa hari itu adalah hari terakhir bersama Rudi. 

Menuruni jalan yg curam, turun dengan tajam. Jalanan menjelang siang itu memang masih lembab seperti berembun. Rudi mencoba tetap tenang dan mengendarai mobil itu dengan baik, namun apa daya mobil itu terpeleset ke kanan, dan menerobos masuk ke jurang. 

Allahu Akbar!! Rudi bertakbir!

Mobil jatuh dengan posisi paling tidak aman bagi Rudi.

Allahu Akbar! Allah Maha Besar!

Hening...

Semua mata memandang Rudi dengan nanar.

Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Arief mendekapnya, sambil terisak. Betapapun ia merasakan sakit pada kakinya.

Ia menangis sesenggukan…
***

Langit gelap. Tak seakrab pagi tadi. Tiupan angin ini pertanda akan membawa hujan lebat. Sebetulnya Arief ingin memandikan jenazah itu, lalu mengkafani dan mensholatkannya… agh!  Dadanya begitu sesak, meski ia tetap beryukur Rudi meninggal setelah bersaksi akan ke-Agungan dan ke-Esaan Allah.. aggh.. Muhammad Rudi Sulistyo.

Namun keluarga Rudi sudah tiba, dengan iringan ambulans dan sejumlah pemuka gereja…
***

 --


Follow me on Twitter @mistersigit

PITA / Komunitas Independen

1 komentar: