Kamis, 16 April 2015

Surat Terbuka untuk Ustadz Yusuf Mansur

www.wisatahatiyusufmansur.com

Assalamu’alaikum Wr Wb

Ustadz Yusuf Mansur, selaras dengan ucapan salam nan mulia ini, saya berdoa kiranya Allah memberikan padamu keberkahan, rahmat dalam setiap langkah, perlindungan, penjagaan, dan menerangi setiap langkahmu dengan cahaya-Nya yang tidak pernah redup.

Saya adik kelas antum, ustadz. Kita sama-sama alumni Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, hanya saja berbeda fakultas. Antum Fakultas Syariah dan Hukum, saya Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Beberapa tahun lalu istri saya membeli satu paket masterpiece karya tulis ustadz, Wisata Hati, yang jika tak keliru terdiri dari empat buah buku. Mohon maaf sebelumnya, karena terus terang saya tidak habis membaca buku itu. Saya pikir, pilihan bahasanya terlalu sederhana bagi saya yang gandrung buku-buku pemikiran, namun sejurus kemudian segera saya insafi, saya paham bahwa antum bersengaja menulis buku itu dengan kalimat sederhana agar masyarakat kita mudah menangkap pesan yang ingin antum sampaikan.

Sebab demikian banyak buku keagamaan yang sarat bahasa langit, bahasa kaum intelektual yang tak mudah dimengerti, yang membuat pembaca mengernyitkan dahi sebab buku tersebut memang hanya untuk kalangan tertentu, bukan untuk masyarakat secara umum. Masyarakat kita perlu buku yang praktis, sehari-hari, sederhana dan aplikatif. Tahniah untuk antum ustadz, karena telah mengisi kekosongan itu. Agar sederet buku agama tidak menjelma menara gading: indah, membuat orang berdecak, namun mereka tak kuasa menggapainya.

Ustadz Yusuf Mansur, beberapa waktu lalu antum ramai diperbincangkan di dunia maya, karena sikap antum yang dipandang berani membela kepentingan ummat. Tak sedikit yang mencibir, menjadikan antum bahan olok-olokan atau di-bully di media sosial. Jangan takut ustadz, selama antum membela kebenaran, jutaan umat ini insya Allah akan tetap berdiri bersamamu, saling menggenggam dan membahu untuk bersama menjaga agama.

Antum yang bereaksi keras atas rencana penghapusan tata cara berdoa Islam di sekolah. Reaksi terhadap wacana pengaturan ulang tata cara berdoa di sekolah sebetulnya bukan hanya dari antum, ustadz. MUI, Muhammadiyah, dan ormas-ormas Islam lain, juga mengeluarkan reaksi serupa, tapi ummat ini terlanjur menaruh beban di pundak antum. Sehingga pendapat antumlah yang sangat cepat menyebar dimana-mana.

Sekalipun kemudian Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Anies Baswedan kemudian menyampaikan klarifikasi, sungguh sulit untuk menerima sebuah statementnya yang mengatakan : “Sekolah negeri harus mempromosikan sikap Ketuhanan Yang Maha Esa, bukan satu agama,” di sejumlah portal nasional, termasuk keinginannya untuk membuat regulasi yang mengatur mengenai penggunaan doa sebelum dan sesudah sekolah agar tidak didominasi oleh satu agama tertentu. Pertanyaan besar muncul dalam benak kita, “memang ada masalah apa selama ini dengan tata cara berdoa di sekolah?”

Tentu sebagai bagian terbesar dari komposisi penduduk negeri ini, lebih dari 84% dari 230juta jiwa, dominasi masyarakat beragama Islam tidak bisa dinafikan. Kecuali hanya pada sedikit kota, umat Islam di Indonesia pasti mendominasi, lalu apakah salah jika doa dipimpin dengan “tata acara agama tertentu”? apakah kata ‘Allah’ akan diganti ‘Tuhan’ saja, dan doa-doanya dibuat se-universal mungkin? Sementara pada saat yang sama jumlah jam pengajaran agama juga tidak bertambah. Di saat negara-negara sekular mulai mendekat ke agama, Indonesia, sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia ini, yang penduduk Muslimnya lebih banyak dari seluruh penduduk negara-negara timur tengah apabila disatukan, justru nampak ingin menjauhkan diri dari agama.

Kementerian Agama, melalui Sekretaris Jenderal Kemenag Prof.Dr.H.Nur Syam, maupun Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Prof.Dr.H.Kamaruddin Amin menyatakan bahwa pengaturan tata cara berdoa sebetulnya bukan hal yang aktual untuk dipermasalahkan. Kata Prof.Kamaruddin, Guru agama Islam, misalnya, mengajak berdoa sebelum dan sesudah pelajaran yang tentunya secara Islami. Begitu juga dengan pelajaran agama lain akan berdoa sebelum dan sesudah pelajaran sesuai agama yang diajarkan tersebut. Karena itu, tidak ada format doa apa pun. Kita tahu, Kementerian Agama membawahi lembaga pendidikan untk semua agama, baik agama Islam maupun agama lainnya. Membuat riak sehingga menimbulkan kegaduhan seperti disampaikan Menteri Anies di masyarakat, bukanlah hal yang elok.

Ustadz Yusuf Mansur, sekiranya pada waktu itu antum tidak bereaksi keras yang menyebabkan pesan antum menyebar cepat melalui media sosial, sungguh saya ragu Anies Baswedan akan berikan klarifikasi.

Pun dukungan yang sama ingin saya sampaikan saat antum jelaskan larangan umat Islam mengucapan selamat Natal. Tidak ada masalah dengan itu. Sama sekali itu bukan merupakan sikap intoleransi. Toleransi adalah kita menjamin keamanan mereka merayakan hari besarnya, menjaga mereka berbahagia saat berhari raya, namun jika agama Islam sememangnya melarang untuk  ucapkan selamat hari raya bagi umat lain, maka umat beragama lain pun selayaknya menghormati keyakinan itu sebagai bagian dari keimanan yang berbeda. Mari buat semuanya mudah dan sederhana.

Ketika antum berkicau, ustadz, tentang rencana penghapusan kolom agama, atau pun pengosongannya, saya tetap mendukung. Tetaplah terdepan membela umat. Negeri kita hari ini dipenuhi pola pola tes the water, melihat riak gelombang untuk tahu reaksi masyarakat. Tes the water itu memang perlu ditanggapi, jika masyarakat hanya diam maka kebijakan itu akan ditelurkan. Wacana penghapusan kolom agama, pelarangan takbir keliling, merubah pakaian muslim ke pakaian adat di sekolah, pengaturan tata cara berdoa, dan seterusnya. Umat tidak boleh diam di saat seperti ini.

Ustadz, jika memang pundak antum telah dibebani amanah dan kepercayaan dari umat sebesar ini, tetaplah istiqamah. Jika di waktu-waktu ke depan muncul lagi tes the water terhadap umat Islam, tetaplah di depan.  Umat akan bersama antum, insya Allah!

0 komentar:

Posting Komentar