Senin, 18 Maret 2013

tentang Cinta

Seingatku ini kali ketiga mataku berkaca-kaca karena cinta. Terlepas dari spekulasi beberapa orang bahwa cinta bukanlah sesuatu yang spektakuler, aku memandang cinta sebagai sesuatu yang spektakuler. Disebut spektakuler karena tangisku ini lahir sebagai ekspresi yang “cengeng” sebagai seorang lelaki. Dia membuatku menangis, mungkin terlalu berlebihan kalau aku mengatakan bahwa aku tak berarti tanpa dia, namun setiap kali riak rindu ini muncul, aku tak mampu bertahan. Tiba-tiba aku menjadi sangat lemah. Berat.

Luruh.

Aku menyadari cinta sebagai anugerah terindah dari Allah untukku. Dengannya aku bisa menangis, karenanya aku gelisah. Karenanya aku tersekap. Karenanya aku tercekat…

Sungguh egois ketika aku menyatakan bahwa: “tidak semua cowok merasakan cinta sedemikian dalam sebagaimana yang aku rasakan.” Namun aku pelihara egoisme itu. Karena kuyakin, memang tidak semua cowok memendam rasa cinta begitu keras seperti aku. Terpenjara oleh cinta dalam kesendiriannya, menjadi manusia yang begitu lemah dan takluk ketika cinta berbicara. Seorang teman coba menyadarkanku untuk memperlakukan cinta sebagaimana para sufi: “manajemanlah cinta hingga tidak ada lagi cinta dalam dadamu selain pada-Nya.” Namun dalam kelakar kujawab bahwa semua sufi yang lo maksud dapat berbuat demikian karena mereka belum pernah menemui cewek yang kucintai…(he..keterlaluan memang…dan ini menggambarkan betapa keras aku menyimpan cinta itu dalam dadaku…). Kemudian mereka mencoba menghiburku, bahwa masih banyak cewek lain di belantara dunia ini, namun lagi-lagi kujawab, meski banyak cewek dalam belantara dunia, dan bertebaran cewek yang mencintaiku, namun yang dapat mengisi hatiku hanyalah dia.
Satu-satunya…

–5 Juni 2007]

0 komentar:

Posting Komentar