Kamis, 21 Maret 2013

ketika pernikahan mutarabbi memprovokasi

ada Allah SWT, kepada-Nya kita memuji dengan hati yang lirih. Mengadu dengan jiwa yang luluh, saat menyadari betapa besar nikmat dari-Nya yang tidak kita syukuri. Ketika menyadari betapa besar dosa yang kita perbuat. Kepada-Nya kita bersyukur ketika Allah telah mempertemukan kita dengan pasangan hidup yang kita harapkan muncul ketenangan dan ketenteraman bersamanya. Bertasbihlah memuji-Nya apa-apa yang ada di langit, di bumi, dan apa-apa yang berada di antara keduanya.

Shalawat dan salam atas kecintaan kita, Rasul mulia, Baginda Rasulullah Saw, beserta para keluarga, shahabat, dan ummat beliau yang tetap istiqamah dalam da’wah, hingga tiba hari yang dijanjikan.
Saudaraku, Ketika kita ber’azzam untuk mengambil KEPUTUSAN BESAR itu, maka kita tidak hanya harus siap dengan segala kelebihan yang dia miliki, tetapi kita juga harus siap dengan segala kekurangan yang melekat padanya. Yang bisa jadi di luar pengetahuan kita.

Ketika kita menguatkan ‘azzam untuk memenuhi separuh dari agama ini, maka kita harus siap dengan segala perbedaan yang akan kita hadapi. Mulai dari perbedaan hobi, gaya hidup, cara memecahkan masalah, paradigma, hingga perbedaan karakter. Paradigma kita harus siap dengan segala hal yang mungkin terjadi di luar perhitungan kita. Kita harus mengantisipasi hal-hal yang tampaknya tidak mungkin. Hati kita bahkan harus mengantisipasi, bahwa ada hal yang tak terantisipasi.

Untuk ring pertama, kita dan pasangan, perbedaan ini mungkin dapat kita redam. Tapi bagaimana dengan orang-orang lain di ring kedua? Ipar, mertua? Lalu ring ketiga, tetangga?
Ketika kita menguatkan ‘azzam untuk mengemudikan bahtera itu, kita harus menyelami dalam hati kita, bahwa bahtera yang akan kita kendarai, adalah bahtera besar. Namun lautan yang akan kita arungi adalah samudera kehidupan yang luas. Tidak hanya sebentar, tapi bertahun-tahun. Maka jika dalam perjalanan kita menemui ombak besar, bermusyawarahlah dengan baik untuk memecahkan masalah bersama-sama. Hilangkan egoisme pribadi, berfikirlah rasional, jangan emosioal. Karena kita tidak akan sampai pada keputusan yang tepat selama emosi lebih dominan daripada rasio. Jika masalah telah reda, dan kita menemui pelayaran yang teduh dan tenang, syukur pada Allah adalah bukti keimanan.
Pelayaran ini adalah pelayaran besar, kita hanya tinggal memilih, menjadi nahkoda keras kepala yang akhirnya tenggelam dalam lautan bencana, atau menjadi nahkoda bijak penuh hikmah yang menuntun penumpangnya berlayar menuju surga. Kita, para suami, adalah nahkoda itu.

Kita, tidak sedang mencari wanita yang sempurna dengan segala kesempurnaannya, yang tampak seolah jelmaan malaikat tanpa cela. Akan terlalu melelahkan entah sampai kapan bagi kita, menemukan pasangan ideal seperti itu. Kita berpasangan dengan manusia. Yang pada fitrahnya memang tidak terlepas dari khilaf. Maka, hai Nahkoda! Sadarilah istrimu adalah manusia. Dia bisa khilaf. Dia bisa lupa. Dia butuh cinta, dia butuh pengertian. Dia butuh waktu untuk berdua dengan antum.
Dikarenakan Allah telah memilih kita, para lelaki, untuk menjadi imam bagi wanita, maka ingatlah pula firman Allah..

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…"(QS. 66:6)

Jaga dia, karena dia adalah tulang rusukmu. Hati-hati dengan ucapan yang menyakiti hatinya, karena wanita adalah makhluk yang lembut dan peka. Apabila dia laksana cermin yang berdebu, maka bersihkanlah dia dengan perlahan penuh cinta. Karena jika engkau membersihkannya dengan keras, ia akan terluka, tetapi jika engkau membiarkannya, ia akan tetap berdebu.

Akhi, cintai dia sepenuh jiwa ragamu. Lindungi dan jagalah kehormatannya.
Ukhti, cintailah dia sepenuh jiwa ragamu. Ketaatanmu padanya adalah wujud kecintaan engkau pada Allah.
“Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka” (QS. 2:187)
“Bârakallâhulaka, wa baraka ‘alaika. Wa jama’a bainakuma fî khairi.”
“Semoga keberkahan Allah untukmu, dan keberkahan atasmu. Dan menghimpun kalian berdua dalam kebaikan. Amiin.”

Wassalâmu’alaikum Wr. Wb.

0 komentar:

Posting Komentar