Aku pernah diminta ceramah di salah satu sekolah (MTs), acara Maulid
Nabi katanya. Kondisi sekolah itu sangat memprihatinkan. Bangunan
sekolah yg sudah amat tua, fasilitas sekolah yang amat minim, plus
kualitas belajar yang secara logis juga tidak akan berkualitas sebagai
akibat dari kondisi seperti ini.
Acara “Peringatan maulid Nabi” itu
disusun dengan amat bersahaja kalau tidak boleh dibilang “miskin
fasilitas dan konsep”: Panggung yang terdiri dari meja2 kecil ditutup
pake karpet kumal. Sound system yg bermasalah, serta susunan acara yg
amat sederhana. Dibimbing oleh guru2 yg juga amat sederhana.
melihat realitas ini hatiku miris….
Aku
teringat pada Bina Bangsa, tempat aku mengajar dulu, aku sempat kecewa
dengan kondisi sekolah itu karena fasilitasnya kurang lengkap dan guru2
yg tidak berkualitas disana. Tapi jika tersanding dengan MTs ini, Bina
Bangsa tiba-tiba menjadi mewah. Apatah lagi SKIL, sekolahku dulu, dengan
fasilitas yg amat cukup.
Murid2 di sekolah2 semacam MTs ini
kebanyakan dari keluarga yg tidak mampu. Itulah alasan mengapa sekolah2
seperti ini akselerasinya sangat lambat bahkan cenderung stagnan kalau
tidak mundur. Bagaimana akan maju kalau uang SPP saja banyak yg
menunggak??
Bandingkan dengan sekolah2 standar nasional saja—tidak
usah yang berstandar internasional— dengan fasilitas yg amat lebih dari
cukup, fasilitas guru yang tercukupi, menjadikan sekolah ini melaju
dengan akselerasi yg cepat.
Murid2 di sekolah2 seperti ini memang
tidak semuanya berasal dari keluarga berada. Murid yg berasal dari
keluarga kurang mampu juga Ada, Tapi persentasenya tidak sebesar seperti
yg terdapat di sekolah2 semacam MTs tadi, yg selepas dari MTs saja
belum tentu melanjutkan sekolah.
Aku membayangkan kondisi ini 20
tahun ke depan: Dimana anak2 dari keluarga berada kemudian berhasil
menjadi orang2 sukses dengan beragam profesinya sebagai buah dari
fasilitas pendidikan yg selama ini mereka ikuti. Sementara anak2 dari
keluarga MISKIN, menjadi buruh2 kasar yang bekerja di bawah tekanan
dengan gaji UMR saja, sudah lumayan. Tidak menutup kemungkinan mereka
akan menambah lagi jumlah penduduk miskin di negeri ini.
Kemudian
orang2 miskin itu beranak pinak lagi yg juga bernasib sama dengan mereka
karena dengan gaji UMR, mereka hanya mampu menyekolahkan anaknya pada
sekolah2 yg “parah” juga. Sementara anak2 orang kaya yg sudah sukses itu
menyekolahkan anak2 mereka pada sekolah2 berstandar internasional
karena mereka punya cukup uang untuk itu.
Dari sini kemudian, sejarah akan tetap berjalan dalam skema yg sama: yang miskin tetap miskin, yg kaya akan semakin kaya!”
Berlebihan?
Tidak juga. Kalau ada anak keluarga miskin yg mendapat beasiswa karena
kecerdasannya, dan bersekolah di sekolah2 favorit, mereka itu dapat
dihitung dengan jari! Persentasenya amat kecil! Sebagian besar dari
mereka tidak akan mendapat beasiswa karena sudah miskin, bodoh pula!
Bagaimana mau cerdas kalau asupan gizi saja kurang, kalau waktu untuk
belajar saja dipakai untuk kerja serabutan. Mereka akan tetap miskin,
(dan sekali lagi: terpaksa menjadi bodoh!)
Ini nyata! Di depan mata!
Inilah kemiskinan terstruktur! Apa yg harus aku lakukan untuk merubah ini semua!
Masyarakat
dengan kondisi ekonomi yg serba kekurangan ini cenderung berpikir
praktis-pragmatis. Asal ada duit, mereka rela melakukan apapun untuk
mempertahankan hidup! Mereka cenderung tetap pada paradigma seperti itu.
Paradigma yg tidak progressif. Bagaimana mungkin mereka berminat untuk
merubah paradigma dan konsep hidup kalau untuk kebutuhan hidup saja
susah? Orang2 semacam ini sukanya nonton dangdutan, sinetron, film
india, film2 tahayul, khurafat dan berbau syirik. Hampir tak ada yg suka
nonton Mario Teguh, Kick Andy, Oprah, atau Perfect Number di O’Channel.
Ah… Allahu Akbar!
Benar kata TVOne: Seandainya setiap keluarga
yg berpunya bersedia membiayai satu orang saja dari keluarga yg tidak
berpunya itu, barangkali problematika dan realitas sosial akan lebih
baik.
Entah kapan kesadaran seperti itu akan muncul!
Sementara ini kita harus sadar bahwa kita hidup di tengah realitas sosial yg dipenuhi disparitas2 yg lebar!
Aku
harus membentuk generasi yg sadar untuk merubah kenyataan ini. Generasi
yg berparadigma benar dalam memandang kehidupan dunia yg fana ini.
Allah, kabulkanlah…
070609. 14:06
Kamis, 21 Maret 2013
wajah pendidikan kita
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar