Kalau anda pernah membaca blog saya tentang pengamen2 ideologis, yg
seringkali membawakan puisi2 kiri nan revolusioner di bus kota, kini
saya dihadapkan pada kenyataan yg miris.
Beberapa pekan ini,
eksentrisitas pengamen itu sudah tak tampak lagi. kini tak ada lagi
seruling sunda yang biasa ia tiup merdu. Tak ada lagi puisi-puisi kaum
kiri yang revolusioner karya Wiji Thukul, Pramoedya Anantar Toer, atau
puisi2 karya WS Rendra, yang ia baca dengan mengibakan hati di bus-bus
kota kala senja beranjak tiba.
Kini yg mengibakan justru adalah
keadaannya. Ia tak lagi revolusioner, ia telah menyerah pada keadaan. Ia
akhirnya harus mengakui bahwa ia merupakan bagian dari kaum proletar yg
berjuang mati-matian untuk bertahan hidup di tengah kapitalisme
Jakarta. ia kini menjual komik kepada masyarakat borjuis (kalau boleh
disebut demikian) perkotaan.
“komik-komik, komik sekali baca.
Kalau anda sengaja membeli di gramedia harganya bisa mencapai
Rp.30.000,- berhubung kami langsung dari agen, anda cukup membayar
Rp.10.000,-”
Suara itu membuat saya terhenyak. Tersadar bahwa
kehidupan kita begitu keras. Bahwa mencoba mempertahankan idealism
ideologis di tengah dunia yg begitu real tak akan cukup mampu membawa
diri pada rasa aman untuk mempertahankan hidup. Apalagi ideology yang
memang tak sesuai dengan nalar zaman.
Hati saya sakit. Meski saya
tak setuju dengan ideology kiri yg dibawakan pengamen itu, namun saya
kagum pada cara dia menyampaikan puisi-puisinya, begitu memilukan,
ekspressif, artikulatif, dan diselingi dengan seruling sunda yang
menyayat hati. Artistik. Mengesankan!
Saya hanya berontak pada keadaan ini. pada dunia yang begitu tak adil. Pada hidup yang begitu keras.
***
Aku tak perlu jauh mengembara ke Sudan dan Somalia,
Hanya untuk melihat mereka yang lapar menderita…
Aku tak perlu berjalan menyusuri Afrika,
Untuk melihat anak kecil minta susu pada ibunya merengek iba…
Antrean panjang menanti beras dan dua bungkus mie instan…
Untuk melihat lalat yang menempel di sekujur badan,
Untuk melihat yang tertidur di tepi-tepi jalan,
Untuk mereka yg menjadi gembel di jembatan penyeberangan..
Aku hanya perlu berjalan melangkah,
Menuju Jakarta,
Dan lihatlah semua realita kita…
Allahu Akbar!!
bumifana:14.00, 1304010
Kamis, 21 Maret 2013
Pengamen itu kini menyerah..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar