Kamis, 21 Maret 2013

Pengamen itu kini menyerah..

Kalau anda pernah membaca blog saya tentang pengamen2 ideologis, yg seringkali membawakan puisi2 kiri nan revolusioner di bus kota, kini saya dihadapkan pada kenyataan yg miris.

Beberapa pekan ini, eksentrisitas pengamen itu sudah tak tampak lagi. kini tak ada lagi seruling sunda yang biasa ia tiup merdu. Tak ada lagi puisi-puisi kaum kiri yang revolusioner karya Wiji Thukul, Pramoedya Anantar Toer, atau puisi2 karya WS Rendra, yang ia baca dengan mengibakan hati di bus-bus kota kala senja beranjak tiba.

Kini yg mengibakan justru adalah keadaannya. Ia tak lagi revolusioner, ia telah menyerah pada keadaan. Ia akhirnya harus mengakui bahwa ia merupakan bagian dari kaum proletar yg berjuang mati-matian untuk bertahan hidup di tengah kapitalisme Jakarta. ia kini menjual komik kepada masyarakat borjuis (kalau boleh disebut demikian) perkotaan.

“komik-komik, komik sekali baca. Kalau anda sengaja membeli di gramedia harganya bisa mencapai Rp.30.000,- berhubung kami langsung dari agen, anda cukup membayar Rp.10.000,-”

Suara itu membuat saya terhenyak. Tersadar bahwa kehidupan kita begitu keras. Bahwa mencoba mempertahankan idealism ideologis di tengah dunia yg begitu real tak akan cukup mampu membawa diri pada rasa aman untuk mempertahankan hidup. Apalagi ideology yang memang tak sesuai dengan nalar zaman.

Hati saya sakit. Meski saya tak setuju dengan ideology kiri yg dibawakan pengamen itu, namun saya kagum pada cara dia menyampaikan puisi-puisinya, begitu memilukan, ekspressif, artikulatif, dan diselingi dengan seruling sunda yang menyayat hati. Artistik. Mengesankan!

Saya hanya berontak pada keadaan ini. pada dunia yang begitu tak adil. Pada hidup yang begitu keras.

***
Aku tak perlu jauh mengembara ke Sudan dan Somalia,

Hanya untuk melihat mereka yang lapar menderita…

Aku tak perlu berjalan menyusuri Afrika,

Untuk melihat anak kecil minta susu pada ibunya merengek iba…

Antrean panjang menanti beras dan dua bungkus mie instan…

Untuk melihat lalat yang menempel di sekujur badan,

Untuk melihat yang tertidur di tepi-tepi jalan,

Untuk mereka yg menjadi gembel di jembatan penyeberangan..

Aku hanya perlu berjalan melangkah,

Menuju Jakarta,

Dan lihatlah semua realita kita…

Allahu Akbar!!

bumifana:14.00, 1304010

0 komentar:

Posting Komentar